Tribratanews.tribratanews.com JAKARTA – ASEAN diberkahi dengan sumber daya alam yang melimpah yang sangat penting bagi upaya dekarbonisasi global dan ini menempatkan Asia Tenggara sebagai pemain kunci dalam transisi energi global. Sebagai salah satu negara di ASEAN, Indonesia telah lama menjadi pengekspor energi, memasok batu bara dan gas alam ke seluruh dunia. Namun, seiring dengan pergeseran dunia menuju masa depan rendah karbon, Indonesia juga harus beralih menjadi pengekspor utama energi terbarukan.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan menjelaskan salah satu energi terbarukan yang menjadi potensi besar Indonesia adalah tenaga surya yang diperkirakan sekitar 3.300 GW.
“Ini tidak hanya untuk mendekarbonisasi Indonesia tetapi juga untuk berkontribusi pada transisi energi global,” ungkap Menko Luhut dalam sambutannya pada Sesi Tematik “Decarbonisation opportunities in ASEAN” dalam Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Jakarta pada Jumat (6/9).
Lebih lanjut, Menko Luhut menjelaskan Indonesia juga telah bekerja sama dengan Singapura dalam perdagangan listrik hijau. “Ini akan membuka investasi sekitar USD 30-50 miliar dalam pembangkitan tenaga surya dan manufaktur Fotovoltaik (photovoltaic/PV) surya,” jelas Menko Luhut.
Baca Juga: Kemudahan bagi Jurnalis PON XXI 2024, ID Card Berlaku di Aceh dan Sumut
Di sektor transportasi, Indonesia telah meluncurkan beberapa program insentif untuk kendaraan listrik. Antara tahun 2022 dan 2024, Indonesia melipatgandakan penjualan kendaraan listrik baterai (BEV), yang menarik investasi sekitar USD 10 miliar.
Selain itu, sebagai produsen minyak sawit mentah (Crude Palm Oil, CPO) terbesar di dunia dan produksi rumput laut yang melimpah, Indonesia memiliki peluang signifikan untuk mengeksplorasi produksi biofuel.
“Bentang alam kami yang luas menawarkan potensi signifikan untuk penyerap karbon berbasis alam, dengan kemampuan untuk mengurangi hingga 1.860 MtCO2e melalui program rehabilitasi hutan skala besar dan kapasitas penyimpanan 400 Gigaton untuk Carbon Capture Storage (CCS),” tambah Menko Luhut.
Menko Luhut menyampaikan terlepas dari berbagai potensi alam yang ada, Indonesia tidak dapat melakukan upaya dekarbonisasi ini sendiri. “Kolaborasi sangat penting untuk memastikan bahwa teknologi yang diperlukan dapat diakses, yang mendorong pembangunan berkelanjutan di seluruh wilayah serta investasi substansial tersedia untuk mendanai inisiatif dekarbonisasi ini,” tutup Menko Luhut.
(ta/hn/nm)