Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) memberikan paket bantuan kebutuhan spesifik kepada perempuan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pekerja migran ilegal ke Irak dengan korban 9 (sembilan) orang di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, Jakarta. Perwakilan Kementerian/Lembaga yang hadir, antara lain Migran Care dan petugas RPTC.
“Kami menyayangkan terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami oleh 9 korban dengan modus pekerja migran illegal ke Irak. KemenPPPA selaku ketuan harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT PPTPPO) sudah berkoordinasi lintas sektor dengan pihak terkait lainya dalam upaya pencegahan dan penanganan,” jelas Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang KemenPPPA, Prijadi Santoso dilansir dari Kemenpppa.go.id, Jumat (2/6/23).
Prijadi menjelaskan, TPPO merupakan kejahatan luar biasa sehingga memerlukan penanganan dan pencegahan secara serius dan sinergi semua pihak yang tergabung dalam GT PPTPPO. TPPO sendiri biasanya mempunyai modus yang biasa digunakan yaitu penjeratan hutang, penipuan, iming-iming, dan pemalsuan dengan tujuan adanya eksploitasi. Prijadi juga menyampaikan kepada para korban TPPO untuk tetap mengikuti prosedur yang berlaku guna penyelesaiannya, dan menekankan agar lebih hati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri maupun di luar daerah.
“Terdapat indikasi TPPO seperti diharuskan bekerja dalam kondisi yang sangat buruk dan/atau harus bekerja untuk jangka waktu yang sangat panjang, memberangkatkan pekerja yang tidak memenuhi syarat dokumen, atau melakukan pemalsuan dokumen untuk bisa memenuhi syarat tersebut. Selain itu yang perlu menjadi perhatian adalah para korban umumnya menerima uang dari agen dengan maksud agar mereka tidak melaporkan atau mencabut laporannya, dan memungkinkan untuk merayu kepada korban untuk bekerja kembali, hal ini yang harus diwaspadai. Diharapkan pemerintah daerah melalui instansi berwenang untuk memantau dan melakukan pendampingan kepada para korban ketika sudah di kampung halaman, agar mereka dipastikan aman dan nyaman dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” jelasnya.
Plt. Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban KemenPPPA, Margareth Robin Korwa mengatakan kepada para korban TPPO untuk tidak mudah percaya dengan siapapun atau pihak yang menawarkan dengan iming-iming mendapatkan gaji besar, dan lebih hati hati untuk kedepannya. Dalam kesempatan tersebut, Margareth juga menyampaikan penyaluran paket bantuan kebutuhan spesifik perempuan korban kekerasan (dignity kit) dilakukan guna memastikan perempuan terpenuhi hak-haknya.
Hal tersebut sejalan dengan mandat Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 Tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pasal 3 huruf (d), dimana KemenPPPA sebagai kementerian yang mendapatkan fungsi tambahan menyelenggarakan layanan rujukan akhir bagi korban perempuan korban kekerasan yang membutuhkan dukungan dan koordinasi di tingkat nasional, koordinasi antar provinsi, antar negara dan antar instansi lembaga secara multisektoral sesuai kebutuhan korban dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Polri Berhasil Ungkap Pabrik Ekstasi Ditengah Pemukiman Kota Semarang
"Kami ingin memastikan perempuan terpenuhi perlindungan dan pemenuhan hak-haknya. Kami melihat selama ini bantuan-bantuan (yang diberikan) sifatnya umum," tutur Margareth.
Lebih lanjut, Margareth menjelaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN yang menjadi pengirim, transit, dan penerima perdagangan orang, maka pemerintah Indonesia perlu bekerja lebih keras dalam mengatasi persoalan perdagangan orang melalui peningkatan kapasitas dan profesionalitas Aparat Penegak Hukum (APH) dan lembaga layanan sosial, serta memperkuat kerja sama bilateral untuk melawan dan mengintegrasikan upaya penanganan korban perdagangan orang, penanganan perempuan korban perdagangan orang, pelaksanaan dalam melakukan identifikasi, petunjuk dalam memberikan perlindungan dan dukungan kepada korban, petunjuk dalam memberikan perlindungan kepada saksi korban, petunjuk terhadap akses pendampingan dan pemulihan dan rehabilitasi sosial dan restitusi terhadap korban, serta petunjuk dalam proses pemulangan dan reintegrasi terhadap korban.
Pemerintah wajib memenuhi dan melindungi hak asasi perempuan, salah satunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang tersebut mengatur secara menyeluruh dan terpadu tentang kegiatan pencegahan dan penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pada Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2024 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 Tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) menetapkan Gugus Tugas Pusat yang beranggotakan beberapa Kementerian/Lembaga.
Kementerian Sosial merupakan salah satu anggota sub gugus tugas yang mempunyai tugas dan fungsi Rehabilitasi Sosial, Pemulangan, dan Reintegrasi Sosial. Dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial, Kementerian Sosial di bawah koordinasi Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang mempunyai Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus.
"Kami mengajak seluruh pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, kepolisian, dunia usaha, dan masyarakat untuk memperkuat komitmen bersama dan bersinergi melawan sindikat perdagangan orang dan akhiri perdagangan orang di Indonesia. TPPO merupakan kejahatan transnasional yang mengancam kehidupan manusia dan kemanusiaan. Berbagai modus kejahatan ini terus berkembang dari waktu ke waktu sehingga semakin sulit untuk dihapuskan. Tugas kita semua semaksimal mungkin mencegah terjadinya kekerasan di sekeliling kita, termasuk tindak pidana perdagangan orang sebagai extra ordinary crime (kejahatan luar biasa) agar terwujud zero kekerasan,” tutup Margareth.
Untuk memudahkan aksesibilitas korban atau saksi yang melihat dan mendengar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, masyarakat dapat melayangkan laporan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApps 08111 129 129.
(my/hn/um)