Transformasi Baru Gerakan Radikal Islamis NII

14 April 2022 - 17:27 WIB

Tribratanews.tribratanews.com - Serangkaian aksi teror dan tindak kekerasan oleh sekelompok organisasi yang menyebut bagian dari Islam sudah terjadi kurang lebih 25 tahun terakhir di Indonesia. Akibatnya, Indonesia kerap dipandang sebagai salah satu negara "sarang" teroris.

Sejarah mencatat, gerakan radikal kelompok Islamis di Indonesia sudah ada sejak era 1950-an. Awalnya adalah gerakan DI/ TII Kartosoewirjo yang dihabisi kekuatan militer pada medio 1960an.

Fase kedua, munculnya gerakan Komando Jihad 1970-an hingga 1980-an yang beberapa aktor utamanya adalah mantan anggota DI/TII era Kartosoewirjo, seperti Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir.

Sungkar dan Bassyir lantas mendirikan Jamaah Islamiyah (JI) dalam pelarian di Malaysia dan membuka fase ketiga gerakan radikal Islamis pada akhir 1990-an hingga pertengahan dekade kedua abad 21.

Kelompok ini, banyak melakukan serangan teror di Indonesia, terutama di awal-awal reformasi. Sebutlah aksi pengeboman, di depan Kedubes Filipina di Menteng, bom malam Natal 2000, Bom Bali I dan II, Bom Kuningan Jakarta dll.

Kini sudah masuk fase keempat gerakan radikal Islamis di Indoensia. Fase ini ditandai dengan perkembangan kelompok-kelompok Islam radikal baru, terutama dari kelompok muda, yang sebetulnya masih mempunyai keterkaitan dengan para tokoh generasi 3sebelumnya. Radikalisasi mereka lebih dipengaruhi oleh berbagai peristiwa global.

Sejak fase ketiga, para pelaku gerakan radikal Islamis di Indonesia memang kian memiliki kemampuan berjaringan secara internasional dengan cukup baik. Keterkaitan mereka dengan kelompok internasional seperti Al Qaeda,  Jabhat al-Nusra, Taliban, dan ISIS ternyata bisa terus berlangsung di bawah tanah.

Yang menarik, ketika fase ketiga gerakan radikal Islamis berkembang di Indoneia, NII seolah menjadi organisasi yang pasif. Kelompok ini tidak banyak disebut dalam aksi kekerasan bersenjata di awal-awal abad 21.

NII lebih banyak dibicarakan sebagai kelompok yang mengganggu orientasi belajar para mahasiswa di kampus, membuat para mahasiswa yang direkrutnya durhaka kepada orang tua dan keluarga, serta melakukan tindakan-tindakan seperti pencurian, dll.

Selama dua dekade pertama abad 21, NII memang banyak melakukan rekrutmen, terutama di kampus-kampus, dan menyebarkan pemahaman radikal kepada pengikut-pengikutnya.

Sekali lagi, NII tidak terdengar bergerak  dalam aksi kekerasan yang menonjol. Kalaupun ada aktivisnya yang terlibat kekerasan, biasanya mereka mengatasnamakan organisasi lain. Kiprah NII lebih terdengar bermotif ekonomi.

Belakangan strategi NII rupanya sudah bergeser. Temuan-temuan Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan NII sekarang sudah memiliki ribuan anggota, tersebar di banyak provinsi, dan kerap melalukan latihan ala militer secara rutin, serta merencanakan persiapan logistik atau persenjataan untuk merebut kekuasaan.

Pada dasarnya, NII sendiri merupakan organisasi dan gerakan politik pertama di Indonesia yang melakukan radikalisasi gerakan politik mengatasnamakan agama. Ideologi NII merupakan induk ideologi yang menjiwai gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme di Tanah Air. NII adalah perwujudan DI/TII setelah dihabisi tentara.

Pemerintah dan Polri perlu terus menyosialisasikan kepada masyarakat agar tetap waspada. Dinamika kelompok teror di Indonesia saat ini menunjukan bahwa potensi radikalisasi masih berlangsung. Teknologi informasi dan media online membantu sebaran paham radikal itu terus melata ke mana-mana, dan bahkan bisa memberi inspirasi bagi mereka yang terpapar untuk pergi sendiri, bergabung dengan jihadis di timur tengah atau Asia tengah, misalnya.

Perlu juga ditegaskan bahwa semua gerakan radikalisasi agama dalam alur sejarah perkembangannya sebenarnya bukanlah gerakan murni jihad atas nama agama, melainkan juga mengusung kepentingan politik dan ekonomi.

in Opini

Share this post

Sign in to leave a comment