Tribratanews.tribratanews.com - Balikpapan. Selama Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriyah, sebanyak 828 narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Balikpapan, Kalimantan Timur mendapat remisi atau potongan masa tahanan.
Menurut Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Balikpapan, Pujiono Slamet, terbanyak dari mereka adalah narapidana kasus narkoba yang jumlahnya dua per tiga dari yang diusulkan tersebut, yaitu 647 orang.
Selainnya adalah pidana lainnya atau pidana umum 175 orang, dan termasuk yang dimintakan remisinya narapidana kasus korupsi sebanyak 6 orang.
Masih ada 105 narapidana Lapas Balikpapan yang belum memenuhi syarat untuk mendapatkan remisi.
Remisi diserahkan Kalapas Pujiono usai Salat Ied di Masjid Babut Taubah Lapas Balikpapan, 1 Syawal 1444 Hijriyah atau Sabtu 22 April 2023.
Pujiono juga menjelaskan, narapidana yang berhak mendapat remisi adalah hanya mereka yang berkelakuan baik, tidak menjalani hukuman disiplin di rutan atau lapas, sudah menjalani masa hukuman sekurangnya 6 bulan, dan kasusnya sudah memiliki status hukum tetap.
Baca Juga: Dramatis Liverpool Menang 3-2 Atas Nottingham
“Remisi Idul Fitri 2023 untuk 828 warga binaan ini diberikan Kemenkumham RI berdasarkan usulan Lapas Balikpapan,” ujarnya, seperti yang dilansir Antaranews.
Kalapas Pujiono Slamet menambahkan, proses pengajuan remisi bagi warga binaan Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995.
“Salah satu pasal menegaskan warga binaan berhak mendapatkan remisi dengan persyaratan sudah menjalani masa tahanan minimal 6 bulan dan berkelakuan baik selama di tahanan,” ungkapnya.
Khusus untuk narapidana korupsi, juga sudah membayar lunas denda atau uang pengganti atau apa pun perintah pengadilan selain dari hukuman badan yang dijalaninya di Lapas.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99/2012, remisi bisa diberikan kepada pelaku tindak pidana khusus, seperti korupsi, narkotika, dan terorisme, jika narapidana yang bersangkutan mau bekerjasama dengan penyidik dan mendapat status justice collaborator.
Namun demikian, pemberian remisi bagi koruptor masih menjadi topik perdebatan. Para akademisi, misalnya, menyatakan bahwa narapidana kasus korupsi masih harus dikecualikan dari remisi karena kejahatan tersebut adalah kejahatan pada kemanusiaan dan hak asasi manusia. ***
(fa/pr/um)