Ombudsman RI Paparkan Permasalahan PPDB 2024 di 10 Provinsi

6 July 2024 - 10:00 WIB
Source Foto: Antara

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Anggota Ombudsman RI Indraza Marzuki Rais memaparkan temuan sementara berbagai permasalahan yang dinilai cukup menonjol terkait dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2024/2025 di 10 provinsi.

"Ini adalah hal-hal yang memang cukup menonjol. Karena kalau ditanya 'Apakah tidak ada temuan semua provinsi?' Jawabannya ada. Akan tetapi, ini yang cukup menonjol karena yang lain masalah klasik temuannya," jelas Anggota Indraza dalam konferensi pers di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat (5/7/24).

Adapun 10 provinsi tersebut, yakni Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara.

Secara garis besar, Ombudsman menemukan permasalahan terkait dengan kesalahan prosedur, manipulasi dokumen, dan diskriminasi terhadap calon peserta didik.

Baca Juga: Jaringan Teror JI Bubar, Kemenag Apresiasi Pendekatan Deradikalisasi Densus 88

Anggota Indraza menjelaskan permasalahan di Aceh meliputi kurangnya sosialisasi, penambahan rombongan belajar, dan penambahan jalur madrasah di luar prosedur. Sementara di Riau, Indraza menjelaskan, ada diskriminasi dalam jalur perpindahan di mana hanya menerima siswa yang memiliki orang tua sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) atau pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Kemudian di Sumatera Selatan, ditemukan piagam prestasi palsu. Akibatnya, Ombudsman meminta 911 siswa dicoret. Lalu di Banten, berupa penanganan pengaduan yang tidak optimal.

Selanjutnya di Yogyakarta, temuan berupa manipulasi dokumen pada jalur zonasi, seperti penitipan nama dalam Kartu Keluarga (KK) hingga pemalsuan KK.

Permasalahan di Jawa Tengah, mencakup jalur masuk di luar prosedur, penjualan bahan seragam, pemalsuan sertifikat. Sedangkan permasalahan di Jawa Barat meliputi aplikasi eror hingga minimnya pengawasan pendaftaran.

"Di Bali yang terdiri dari penyalahgunaan jalur afirmasi dan kurangnya sosialisasi. Selain itu, adanya penambahan daya tampung yang dilakukan oleh dinas pendidikan dengan cara menambah sekolah SMA tetapi tidak memiliki bangunan secara fisik," ujar Anggota Indraza.

Sedangkan di NTB, diskriminasi jalur prestasi bagi agama tertentu, di mana ada jalur prestasi siswa beragama Islam yang diutamakan, sementara tidak dengan siswa beragama lain.

"Terakhir, di Maluku Utara. Pada provinsi itu terdapat penambahan rombel dengan mengalihfungsikan ruang laboratorium. Kondisi ini menyebabkan ketiadaan labolatorium di sekolah tersebut," tutup Anggota Indraza.

(ndt/hn/nm)

Share this post

Sign in to leave a comment