Ini Hal yang Perlu Diperhatikan Terkait Obat yang Dituding Penyebab Maraknya Penderita Gagal Ginjal Akut

10 November 2022 - 13:21 WIB
Foto : (djawanews.com)

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril meminta masyarakat agar tak mendikotomikan atau membeda-bedakan antara obat harga mahal dan murah yang dikaitkan dengan temuan penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA).

Menurut Syahril, seharusnya obat sirup yang menjadi penyebab kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal harus ditilik dari segi kandungan zat, bukan terkait dengan harga murah atau mahal.

“Saya kira sebetulnya dalam kasus ini (gangguan ginjal akut) tak ada istilah obat mahal dan obat murah, Ini semata-mata memang kandungan yang ada di dalam obat itu yang memang ada cemaran,” kata Mohammad Syahril dikutip Republika, Rabu (09/11/22).

Syahril menjelaskan, obat-obat yang ditarik peredarannya oleh BPOM menandakan obat tersebut tak layak dikonsumsi.

Sebagai informasi sebelumnya pada Senin (7/11/2022), BPOM telah mengumumkan 69 obat yang ditarik izin edarnya produksi PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries, dan PT Afi Farma.

Baca juga : Pemerintah Masih Beri Obat Gratis Bagi Pasien COVID-19

Penarikan tersebut terkait dengan penggunaan bahan baku pelarut Propilen Glikol (PG) dan produk jadi yang mengandung Etilen Glikol (EG) melampaui ambang batas kondusif serta pencabutan sertifikasi CPOB.

Kemudian pada Selasa (8/11/2022), BPOM mengumumkan lagi dua perusahaan farmasi lain yang melanggar CPOB, adalah PT Samco Farma dan PT Subros Farma, berikut empat obat yang ditarik dari pasaran yang diproduksi kedua perusahaan tersebut.

Ditempat yang sama, Wakil Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Keri Lestari mengatakan, seluruh obat yang beredar semestinya tetap harus sesuai dengan ketentuan Cara Pembuatan Obat dan Produksi (CPOB) terlebih dahulu, terlepas apakah obat tersebut murah atau mahal.

“Kalaupun murah, bukan berarti ada satu proses yang tak dilakukan, tak begitu juga. Tetap harga obat itu ditentukan oleh perhitungan-perhitungan yang tetap harus comply terhadap CPOB. Jadi tak berarti bahwa ini murah sehingga CPOB-nya sesuatu hal yang tak dilakukan, tak begitu juga,” kata Keri yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran.

Pada saat suatu obat mempunyai izin edar, maka obat tersebut memang sudah semestinya sesuai dengan jaminan kualitas serta sesuai dengan keamanan dan efektivitas yang diklaim. Itu bukan hal yang mudah karena mendapatkan sertifikat CPOB dari sebuah pabrik obat itu juga luar biasa ceklisnya banyak.

(ym/hn/um)

Share this post

Sign in to leave a comment