Waspada Tumbuhnya Paham Radikalisme

3 March 2022 - 23:35 WIB
www.tribratanews.com - Jakarta. Temuan BNPT terkait 198 pondok pesantren terafiliasi JI, Jamaah Ansharud Daulah (JAD) sungguh mengejutkan masyarakat Indonesia.

Ini karena pondok pesantren merupakan institusi pendidikan tertua di tanah air. Sehinga masyarakat Indonesia banyak mengirimkan anak-anak mereka di pondok pesantren.

Belakangan temuan BNPT itu mendapat reaksi kritis dari publik. Mereka tidak begitu yakin dengan temuan BNPT terkait pesantren, sebab ponpes selama ini menjadi benteng pertahanan untuk "melawan" paham radikalisme dan terorisme. Sebab ponpes di Indonesia sebagai institusi pendidikan Islam moderat dan bibit nasionalisme Indonesia.

Tapi temuan BNPT itu tidak bisa dibantah kalau kelompok-kelompok radikalisme sudah mendirikan pesantren sebagai tempat "pembiakan" paham radikalisme.

Fakta temuan BNPT itu didukung oleh temuan pengelola Lembaga Daulat Bangsa (LDB) dan Rumah Daulat Buku (Rudalku), Komunitas Literasi Eksnapiter, KH. Soffa Ihsan.

Berdasarkan hasil blusukan Pengelola Rumah Daulat Buku (Rudalku) ke beberapa daerah menemukan puluhan pondok pesantren dijadikan basis pendidikan paham radikalisme oleh kelompok radikal. Bahkan Pengelola Rumah Daulat Buku (Rudalku) menemukan fakta kalau kelompok radikalisme mendirikan pesantren di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas NU.

Dengan temuan BNPT diatas dan kemudian diperkuat oleh temuan Pengelola Rumah Daulat Buku (Rudalku), itu menjadi fakta bahwa 'pembiakan" paham radikalisme bisa menjadi semakin massif.

Apa lagi di kalangan kaum milenial yang sangat rentan terpapar paham radikalisme. Hal itu telah dibuktikan hasil survei BNPT yang dirilis 16 Desember 2020. Hasil survei itu menemukan 85 persen kaum milenial sangat rentan terpapar paham radikalisme.

Untuk itu Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen. Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, M.H., mengingatkan agar kita mewaspadai pergerakan spread of radicalisation di dunia maya. Sebab kaum milenial mayoritas pengguna medsos. Mereka juga mendapatkan pemahaman agama yang tidak utuh dari potongan-potongan ceramah keagamaan yang tidak lengkap.

Apa lagi jaringan kelompok radikalisme juga mengeksploitas dunia maya untuk menyebarkan konten paham radikalismenya.

Sebaliknya berdasarkan survei BNPT juga tahun 2019, menemukan fakta kalau konten pendidikan kebhinekaan memiliki skor rendah dibanding dimensi yang lain.

Sementara itu kelompok yang juga rentan terpapar pahan radikalisme adalah perempuan potensinya 12,3 persen, sementara laki-laki 12,1 persen.

Hasil survei BNPT juga menemukan kalau kaum urban lebih rentan terpapar paham radikalisme dubandingkan kaum rural.

Terkait potensi perempuan lebih mudah terpapar radikalisme. Pengelola Rumah Daulat Buku (Rudalku) dari Rudalku, tahun 2015 - 2016 menemukan sejumlah perempuan asal Indonesia ditangkap karena terkait dengan aksi terorisme.

Bahkan ada yang menjadi sukarelawan bom bunuh diri. Ada juga perempuan asal Indonesia yang mendirikan dan mengelola dapur umahat Aser (dapur para istri tahanan), sementara ada juga perempuan asal Indonesia yang membentuk Baqiyah United Group (BUG) sebagai saluran telegram untuk kelompok ISIS.

Menurut Pengelola Rumah Daulat Buku (Rudalku), fakta perempuan itu menjadi bukti adanya keinginan wanita Indonesia untuk mengambil peran lebih aktif dalam jaringan terorisme.

Temuan BNPT yang mutakhir tentu saja adalah adanya transformasi strategi kelompok radikalis dan terorisme dengan menyusup ke institusi ornas dan partai politik.

Dengan demikian potensi "pembiakan" paham radikalisme dan terorisme sudah tumbuh di lembaga dan institusi sosial, politik, pendidikan, bahkan di pondok pesantren, semua itu lembaga/institusi penting di Indonesia. Semua itu patut diwaspadai.

Share this post

Sign in to leave a comment