Tribratanews.tribratanews.com - Lampung. Kepolisian Daerah (Polda) Lampung mengatakan bahwa 56 petani di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten, Lampung Tengah setuju dengan opsi perhitungan ganti rugi yang diberikan oleh PT Bumi Sentosa Abadi (PT BSA).
"Sebanyak 56 orang petani di lahan sengketa PT BSA telah melapor ke posko Pokja Forkopimda untuk penghitungan penggantian tanam tumbuh mereka," ujar Kabid Humas Polda Lampung, Kombes. Pol. Umi Fadilah Astutik, S.Sos., S.I.K., M.Si., dilansir Antaranews, Rabu (27/9/23).
Kombes. Pol. Umi Fadilah mengungkapkan bahwa perusahaan telah menyiapkan dana tunai sebesar Rp2,5 miliar bagi petani yang menanam di lahan milik PT BSA itu dan melakukan laporan kepada Pokja Forkopimda. "Pojka Forkopimda membuka posko laporan perhitungan ganti rugi itu hingga awal Oktober 2023 mendatang hal itu dilakukan untuk menunggu petani yang belum melapor," ujarnya.
Baca Juga: Sukseskan Pengamanan Bertaraf Internasional, Kakorlantas Polri Sebut Terima Apresiasi Banyak Pihak
Ia menjelaskan bahwa setelah semua laporan ditampung, kemudian akan diverifikasi oleh tim pokja, terkait letak lahan, jumlah tanaman dan nilainya. "Setelah selesai diverifikasi, dana ganti rugi akan diberikan kepada yang bersangkutan," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung, Kombes. Pol. Dr. Reynold Elisa Partomuan Hutagalung, S.E., mengatakan situasi pengamanan pengolahan lahan oleh PT BSA berlangsung kondusif. Menurutnya berdasarkan data lapangan, para petani mulai memanen tanaman mereka secara swadaya. "Dominan yang menjelang panen atau sudah berjalan beberapa bulan tanam, mereka minta izin untuk memanen sendiri," ungkapnya.
Sedangkan dari data posko pokja, hingga saat ini ada sejumlah warga setempat sudah datang dan memberikan informasi lokasi penanaman dan jumlahnya untuk dihitung sebagai pengganti tali asih.
Diketahui, PT BSA mulai mengeksekusi ratusan hektar lahan perkebunan yang diklaim sejumlah kelompok masyarakat di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah. Eksekusi lahan itu sempat mendapat penolakan dari petani yang mengaku lahan itu adalah tanah adat.
(fa/pr/nm)