Nonton Bareng Melawan Teror Polres Tolitoli di Kafe KPK

23 January 2024 - 00:38 WIB
Terkait serangan terorisme di Kampung Melayu, (24/5), dan isu yang beredar di tengah masyarakat, Kapolri, Jenderal Tito Karnavian menjawab pada dialog ekslusif bersama Rosi, di Kompas TV, Jumat, (26/5/2017) pukul 21.00 WIT. Dalam dialog bersama Kapolri tersebut , Rosi menanyakan kepada Kapolri tentang apa yang sebenarnya terjadi di Kampung Melayu, “apa yang terjadi di Kampung Melayu Pa Tito? Memang tidak kurang dari 2 x 24 jam, kemudian ISIS mengklaim mengaku bertanggung jawab, tapi secara ringkas, apa yang sebetulnya terjadi di Kampung Melayu Pa Tito?”. Kapolri, selaku pimpinan Polri pada mulanya mengucapkan turut berduka, selain 3 anggotanya gugur dalam ledakan ini, juga ada masyarakat, “juga ada masyarakat dalam ledakan ini, seorang mahasiswi, seorang sopir Kopaja yang masih berumur 18 tahun, dia tulang punggung keluarga, saya ketemu kakaknya, saya tanya ini kenapa umur 18 tahun jadi sopir Kopaja, kakaknya menjawab, ya dia tulang punggung kita Pak, laki-laki, dan juga ada yang jual pulsa, dan lain-lain, jadi rakyat kecil yang menjadi sasaran, di samping kepolisian”, jelas Kapolri kepada Rosi. Menurut keterangan Kapolri, bahwa kedua pelaku sudah diketahui melalui tes DNA, sidik jari, dan lain-lain, tes DNA selesai pada Jumat Sore (26/5), “yang satunya dibandingkan dengan DNA putranya, dan yang satunya lagi dibandingkan dengan DNA ibunya, iya, itu adalah AS dan I”. Jelas Kapolri bahwa kedua pelaku itu ada di dalam pantauan Densus 88, peristiwa ini terkait pada peristiwa sebelumnya, ”yang melakukan aksi di Kampung Melayu adalah jaringan sel Mudiriyah Bandung Raya yang dipimpin Jajang, yang berkaitan langsung dengan jaringan besar Bahrun Naim yang pernah melakukan bom Thamrin”. Jaringan Bahrun Naim merupakan cabang dari ISIS yang memiliki paham Takfiri yaitu menegakkan ideologi kekhilafahan. Faham Takfiri ini mengajarkan untuk menyerang 2 kelompok yang dianggap kafir yaitu Kafir Harbi dalam hal ini, polisi yang dianggap sebagai kafir yang melakukan penyerangan agresif terhadap mereka. Polisi dianggap sebagai antek-antek negara kafir karena negara kita dianggap sebagai negara kafir (thaghut) karena berbeda ideologi dengan teroris dan menentang kekhilafahan. Kelompok ke-2 yang mereka sebut Kafir Hardimi yang diserang adalah semua muslim yang tidak sepaham dan segolongan dengan mereka, sehingga kalau negara ini mereka kuasai, kelompok muslim ini harus dihukum dan membayar denda. Penyerangan terhadap polisi oleh kelompok sel Mudiriyah Bandung Raya sudah dimulai Desember 2016 tapi berhasil digagalkan polisi, Bom di Simpang 5 Senin berhasil digagalkan kemudian pelakunya ditangkap ketika bersembunyi di Waduk Jatiluhur. Kemudian bom panci yang targetnya Mapolda Jabar dan pos polisi di Taman Pandawa, bom meledak prematur, pelakunya lari ke kantor Kelurahan kemudian dikejar sekelompok anak SMA, dikepung masyarakat dan pelakunya tertembak mati oleh polisi. “Waktu itu sudah terdeteksi nama pelaku bom bunuh diri Kampung Melayu dalam jaringan sel ini yaitu AS dan I, sehingga mereka dilakukan pengejaran, namun mereka paham, sistem komunikasi harus hati-hati agar tidak dideteksi Polisi sehingga kemudian terjadilah bom bunuh diri Kampung Melayu”, jelas Kapolri. Bukan tempatnya yang menjadi target dari pelaku teror, tapi targetnya , dimana ada Polisi yang sedang melaksanakan tugas, disitulah target mereka. Di Kampung Melayu, publik hanya melihat korban setelah kejadian, kelompok teroris ini juga memiliki kelompok pendukung dengan kekuatan jaringan di media sosial, sehingga setelah kejadian, mereka melakukan counter dan propaganda untuk membuat ketakutan di masyarakat dan justru menyerang Polisi dengan menganggap ini sebagai rekayasa Polisi. Kapolri menjelaskan juga bahwa perang melawan teroris sesungguhnya adalah bagaimana memenangkan simpati publik, yaitu publik tidak mentolerir teroris karena negara kita demokrasi. Sebaliknya publik yang mendukung aksi teroris adalah awal kerawanan suatu negara. Masyarakat yang terkena ideologi Takfiri, tidak ada kaitannya dengan latar belakang pekerjaan, bisa dari golongan bawah sampai atas, tetapi kemampuan berpikir kritis yang kurang. Menurutnya orang yang bisa terkena ideologi Takfiri adalah orang dengan ciri tidak kritis, pendiam, menekuni science sering berkutat di lab, mudah terkena paham ini karena mudah menyerah, mudah nurut, berbeda dengan mahasiswa di ilmu sosial yang cenderung lebih kritis, belajar dari aksi bom di depan Kedutaan Australia.

Share this post

Sign in to leave a comment