Kapolda Sulut Sebut Restorative Justice Libatkan Berbagai Pihak

21 June 2023 - 15:30 WIB
Foto: Antara

Tribratanews.tribratanews.com - Manado. Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulawesi Utara, Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, S.H., M.H., mengatakan, sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021, ada upaya penyelesaian hukum di luar penegakan hukum, salah satunya dengan menggunakan atau pemanfaatan restorative justice.

Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa pelaksanaan 'restorative justice' melibatkan berbagai pihak seperti pelapor, terlapor dan tokoh agama atau tokoh masyarakat juga penting dalam penyelesaian sengketa atau masalah hukum.

“Harapannya, permasalahan-permasalahan yang masih bisa diselesaikan di luar proses penegakan hukum, bisa diselesaikan di Rumah Restorative Justice. Jadi nanti dipertemukan antara para pihak yaitu pelapor, terlapor, keluarga, termasuk juga melibatkan tokoh adat, tokoh agama atau tokoh masyarakat untuk berusaha berpartisipasi menyelesaikan permasalahan,” ujar Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, seperti yang dilansir Antaranews, Selasa (20/6/23).

Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, menambahkan tidak semua permasalahan hukum bisa diselesaikan melalui restorative justice. “Ada batasannya, semua ada ketentuannya. Pedomannya adalah peraturan kepolisian, masalah-masalah yang ancaman hukumannya itu paling tidak di bawah tiga tahun, kemudian tidak menimbulkan permasalahan yang bersifat konflik sosial apalagi perpecahan persatuan kemudian masalah-masalah yang bersifat SARA, itu semua ada ketentuannya dan batasannya,” ujarnya.

Baca Juga:  Ini Alasan Pembuat SIM Wajib Sertakan Sertifikat Mengemudi

Menurutnya, anggota sudah dilatih tentang bagaimana penerapan restorative justice dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Contoh, permasalahan yang paling berat, pembunuhan, itu tidak bisa diselesaikan melalui restorative justice. "Jadi permasalahan-permasalahan umum saja, seperti konflik antar tetangga, antar keluarga dan lain-lain. Karena faktor didasari emosi, mereka lapor, dari situ kemudian penyidik melakukan telaah bahwa, masalah ini masih bisa dilakukan penyelesaian atau pemulihan secara non justitia, kemudian dipanggil para pihak dan mereka tidak keberatan,” ujarnya.

Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto mengatakan, sebetulnya restorative justice itu berasal dari mereka sendiri, keinginan para pihak sendiri. “Penyidik atau penyelidik saat itu hanya memfasilitasi saja. Jadi ruangan ini kami buat supaya mereka lebih nyaman untuk bisa mengeluarkan segala unek-uneknya, permasalahannya. Kalau misalkan tempatnya itu bergabung dengan ruangan penyidik, ada beberapa anggota yang lain, tentu mereka tidak leluasa untuk menyampaikan atau mengeluarkan apa yang ada dalam isi hatinya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, mengatakan dalam restorative justice ini jangan sampai ada "conflict of interest", artinya justru penyidik yang kemudian memiliki kepentingan. “Jangan sampai seperti itu, yang memiliki kepentingan adalah para pihak. Penyidik atau penyelidik dari Direktorat Reskrimum hanya memfasilitasi," ujarnya.

Selanjutnya ia menyebut ada yang melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat, pihak keluarganya. "Jadi kalau misalkan suatu masalah selesai melalui restorative justice, itu berdasarkan kesepakatan mereka, bukan kemudian ada intimidasi, paksaan atau ada kepentingan dari penyidik atau penyelidik,” ujarnya.

(fa/hn/um)

Share this post

Sign in to leave a comment