Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Pengungkapan bandar besar narkoba internasional Fredy Pratama oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) harus dihargai sebagai prestasi besar Polri.
Apalagi, untuk membongkar jaringan ini Polri bekerja dengan dua negara tetangga, antara lain dengan Polis Diraja Malaysia dan Royal Police Thailand.
Dari jaringan pria asal Kalimantan Selatan ini, Polri yang bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengalkulasi selama tiga tahun, sejak 2020-2023 uang beredar dari bandar ini mencapai Rp 10,5 triliun.
Fantastis. Fakta betapa besarnya nilai uang dari bisnis haram yang hampir mencapai Rp 11 Triliun ini sama besarnya dengan nilai APBD satu Provinsi Banten.
Angka ini sepadan dengan besarnya jumlah narkoba yang beredar dari satu sindikat ini selama tiga tahun diendus, besarnya mencapai 10, ton sabu dan 116 ribu butir pil ekstasi.
Angka-angka ini membuka fakta bahwa peredaran narkoba di tanah sudah demikian besarnya dan betapa berbahayanya para pemain ini dengan uang yang begitu besar.
Dalam konferensi pers Kapala Bareskrim Komjen Pol. Wahyu Widada, memperlihatkan bukti-bukti bertumpuk-tumpuk uang tunai. Nilainya mencapai Rp 6,5 miliar, belum lagi Rp 28,7 miliar yang diblokir dari rekening para tersangka yang 25 orang di antaranya sudah digulung Bareskrim.
Dari fakta-fakta yang terungkap, betapa satu sindikat Fredy Pratama sudah mirip kelasnya dengan para sindikat narkotika di Amerika Latin.
Besarnya transaksi cash, dari Narcos Dollar, sampai gudang uang mereka tak muat lagi. Ketika mereka kebingungan dengan besarnya uang tunai yang mereka simpan, maka mereka pun harus mencucinya.
Baca Juga: Penyidik Bareskrim Pastikan Terus Kejar Bandar Narkotika Sindikat Internasional Fredy Pratama
Dalam kasus Pablo Escobar penguasa Kartel Medilin di Kolumbia atau El Chapo Guzman Raja Kartel Sinaloa, Mexico mereka banyak menyimpan properti rumah mewah, hingga hotel-hotel megah.
Dalam kasus El Chapo, ratusan rumah di tengah kota, mereka jadikan save house sehingga pimpinan mereka cepat berpindah-pindah yang menyulitkan pengejaran aparat penegak hukum.
Dengan Narcos Dollar yang mereka miliki, Pablo Escobar seperti Sinterklas di Medellin.Escobar membeli simpati warga miskin Medellin untuk mendapatkan kursi di parlemen Kolumbia.
Tujuannya bukan untuk memperjuangkan warga Kolumbia melawan kemiskinan, tetapi dengan menjadi politisi, Pablo ingin menggagalkan RUU Ekstradisi bagi gembong narkoba Kolumbia ke Amerika Serikat.
Contoh Pablo Escobar, menunjukkan betapa pertalian kekuatan uang narkoba dengan dunia politik bisa bersimbiosa. Sesuatu yang perlu diwaspadai di dalam negeri kita.
Dengan uangnya pula baik Escobar maupun Guzman memiliki pasukan bersenjata. Pasukan untuk melindungi jaringan, menghancurkan pesaing, dan yang lebih kejam mereka memiliki unit khusus pembunuh. Sicario, namanya. Sicario berasal dari para disertir tentara, mereka inilah beraksi dengan senyap melenyapkan, aparat penegak hukum, membunuh jaksa, hakim, politisi yang tak sejalan juga wartawan.
Guzman dalam pengakuannya di Pengadilan Amerika menyebut telah membunuh 2000 orang lawan-lawannya. Betapa tangan seorang El Patron penuh bergelimang darah.
Tentu, korban narkoba bukan saja mereka yang dibunuh akibat perang antar bandar dan perang dengan penegak hukum. Tapi lebih banyak lagi jutaan nyawa melayang akibat overdosis narkoba.
Dalam kasus Fredi Pratama, jangan sampai sumber daya dari uang panas narkoba yang mereka miliki membuat mereka semakin kuat. Sehingga aparat semakin sulit memberantasnya.
(ta/hn/nm)