Bareskrim Selidiki Kasus Dugaan Korupsi PTPN XI

12 August 2024 - 21:23 WIB
Dokumentasi Polri

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.

Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi (Wadirtipikor) Bareskrim Polri Kombes. Polz Arief Adiharsa mengatakan, proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016 sudah direncanakan pada 2014. Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN yang didanai oleh PMN dan dialokasikan pada APBN-P tahun 2015.

“Nnilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp871 miliar,” ujarnya, Senin (12/8/24).

Ia menyatakan, berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan adanya perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran tidak sesuai dengan aturan hukum. Akibatnya, proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.

Baca Juga: Rakor Lintas Sektoral di Jateng: Menguatkan Sinergi Hadapi Tantangan Pilkada 2024

Dijelaskannya, anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani. Kemudian, Direktur Utama PTPN XI inisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT jauh sebelum lelang dilaksanakan sudah berkomunikasi intens dan menjalin kerja sama untuk meloloskan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih diriview oleh tim konsultan PMC. Panitia lelang pun tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat.

“Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," ujarnya.

Ditambahkan Wadir, isi dari kontrak perjanjian dirubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.

“Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017,” ujarnya.

Dalam hal ini, proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang.

Metode pembayaran barang impor atau letter of credit pun tidak wajar. Atas penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akhirnya berimplikasi mengakibatkan proyek sampai saat ini mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," ungkapnya.

(ay/hn/nm)

in Hukum

Share this post

Sign in to leave a comment