Tribratanews.tribratanews.com – Jakarta. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyaksikan penandatanganan komitmen pencegahan perkawinan anak oleh Bupati, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Pengadilan Agama, Kepala Kantor Kementerian Agama, Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten, dan empat aktor kunci di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Melalui komitmen ini, disepakati adanya sanksi sosial yang akan diberikan kepada pelaku perkawinan anak. Pasalnya, Kabupaten Wajo merupakan daerah dengan angka perkawinan anak tertinggi di Sulawesi Selatan.
Dalam kesempatan tersebut, seluruh kepala desa dan lurah berkomitmen untuk menyusun regulasi yang memuat sanksi administratif dengan tidak memberikan izin pernikahan bagi anak yang belum mencapai usia minimal. Dilanjutkan para Tokoh Agama, Tokoh Adat, dan Imam Desa bersepakat membantu menerapkan sanksi sosial di keluarga dan masyarakat, salah satunya tidak menghadiri pernikahan anak di bawah umur.
“Apresiasi sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Wajo yang telah memberikan upaya, kinerja, dan sumbangsih terbaiknya dalam merespon permasalahan nasional, yaitu perkawinan anak. Tentu hal ini sangat berdampak terhadap ketahanan nasional dan tantangan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing,” ujar Menteri PPPA, dalam kunjungannya ke Kabupaten Wajo, Senin (25/7).
Menurut Menteri PPPA, KemenPPPA telah melakukan berbagai upaya dan program untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia, salah satunya adalah Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang telah dideklarasikan pada 2020 lalu. “Untuk memperkuat program dan kebijakan terkait pencegahan perkawinan anak, dibutuhkan peran Pemerintah Daerah dalam penguatan koordinasi di daerah antar pemangku kepentingan dengan meningkatkan sinergi dan konvergensi upaya pencegahan perkawinan anak,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA berharap seluruh stakeholder, seperti Kepala Desa, Camat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Organisasi Perangkat Daerah, Lembaga Masyarakat, hingga Forum Anak Daerah dapat melakukan aksi strategis sebagai inovasi dan inspirasi upaya pencegahan perkawinan anak di seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
“Besar harapan saya bahwa komitmen bersama yang akan kita bangun saat ini akan membuka pandangan kita terhadap berbagai permasalahan yang kita hadapi, kami yakin masyarakat Kabupaten Wajo mempunyai cara pandang ataupun terobosan baru untuk bersama mencegah perkawinan anak sebagai perlindungan bagi anak dan menjunjung tinggi adat istiadat, hal ini semua dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menerangkan, tingginya angka perkawinan anak merupakan salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak. “Tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak, dalam jangka pendek maupun jangka panjang perkawinan anak akan merugikan anak itu sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara. Perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah, serta dampak lainnya,” tutur Menteri PPPA.
Bupati Kabupaten Wajo, Amran Mahmud sepakat, tingginya angka perkawinan anak merupakan salah satu isu yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Wajo. Berdasarkan data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPPA) Dinas Sosial Pengendalian Penduduk Kabupaten Wajo, terjadi 506 perkawinan di usia dini pada 2020 dan meningkat menjadi 746 pada 2021. Per tanggal 30 Juni 2022, angka perkawinan di usia dini di Kabupaten Wajo sudah mencapai 234 anak.
"Segala bentuk perlakuan salah terhadap anak dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus dihentikan, termasuk dari praktik perkawinan anak," ujar Amran.
Namun demikian, Pemerintah Kabupaten Wajo telah melakukan upaya bersama seluruh stakeholder untuk melakukan sosialisasi pencegahan perkawinan anak secara masif. Menurutnya, upaya ini mendapatkan respon positif dari Pemerintah dan masyarakat hingga ke akar rumput.
"Tahun 2024 terdapat 14 desa/kelurahan yang zero perkawinan anak, dan meningkat sebanyak 54 desa/kelurahan pada 2020," kata Amran. Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA dan Amran menyerahkan penghargaan secara simbolis kepada desa/kelurahan yang telah berhasil mencapai zero perkawinan anak.
Dalam kesempatan yang sama, dilaksanakan dialog antara Menteri PPPA bersama kepala desa perempuan yang telah berhasil menurunkan angka perkawinan anak, tokoh adat yang berpengaruh, tokoh ulama yang berpengaruh, dan imam desa; pembacaan Suara Anak; serta Deklarasi Stop Perkawinan Anak yang dipimpinan oleh Forum Anak Tomaradeka Wajo.
Sumber : kemenpppa.go.id