Tribratanews.tribratanews.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sangat prihatin dengan peristiwa kekerasan seksual berujung pembunuhan kepada seorang anak di Palembang. Kasus itu pun dipandang perlu penanganan yang khusus sesuai prosedur di UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Kami mengapresiasi upaya cepat Polres Palembang mengungkap kasus ini. Dan pelibatan PK Bapas sejak awal anak diperiksa,” ujar Komisioner KPAI Dian Sasmita dalam keterangan tertulis, Kamis (5/9/24).
KPAI, ujarnya, berharap pemerintah daerah untuk dapat meningkatkan rangkaian upaya pencegahan dan pengurangan risiko kekerasaan pada anak. Dengan demikian, anak-anak dapat lebih terlindungi dari segala bentuk kekerasaan.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa perilaku pelanggaran hukum oleh anak perlu dilihat dari banyak aspek, terutama yang berpengaruh besar terhadap kehidupan anak. Dicontohkannya, dari aspek lingkungan keluarga, sosial, serta pendidikan.
“Apakah anak terpapar dengan kekerasaan, atau perilaku salah lainnya. Hal ini perlu ditelusuri,” ungkapnya.
Salam penanganan kasus anak tersebut, ungkapnya, dibutuhkan peran aktif dari PK Bapas untuk susun Litmas/penelitian kemasyarakan dan Peksos/pekerja sosial untuk Lapsos/laporan sosial. Dengan demkkian aparat penegak hukum mendapat gambaran lebih utuh terkait situasi anak.
“KPAI juga berharap masyarakat dan media dapat lebih bijaksana dengan tidak menyebarluaskan identitas anak, baik korban, saksi, dan anak berkonflik hukum,” jelas Dian.
Di siai lain, Dian membeberkan data SIMFONI PPA yang mencatat kekerasan pada anak pada 2024 mencapai 10.597 kasus. Dari kasus tersebut, terdapat 3.378 korban laki-laki dan 8.332 korban.
“Karakteristik pelaku kekerasaan seksual secara mayoritas adalah dekat dengan korban. Data berikut linier dengan pengaduan yang masuk di KPAI,” ujarnya.
(ay/hn/nm)