Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Kekerasan seksual yang terjadi terhadap lima anak di sebuah Sekolah Dasar (SD) Trenggalek, Jawa Timur yang dilakukan oleh guru disesalkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Kami menyesalkan peristiwa kekerasan seksual tersebut terjadi dan luput dari pengawasan sekolah,” ungkap Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar dilansir dari laman antaranews, Jumat (3/2/23).
Baca juga : MenPPPA: Penjara Seumur Hidup adalah Hukum Setimpal untuk Pelaku Kekerasan Seksual
KemenPPPA akan memastikan para korban mendapatkan pendampingan dan pemulihan dari psikolog. "Hal ini menjadi perhatian kami agar pemulihan korban dari dampak psikis berkepanjangan dapat segera ditangani secara komprehensif," jelasnya.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar juga mengatakan pihaknya telah koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Timur dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Trenggalek terkait penanganan kondisi korban.
Diketahui, dalam kasus ini, ada lima pelajar SD berusia 10 - 12 tahun yang menjadi korban pencabulan yang dilakukan guru. Pencabulan terjadi beberapa kali di ruang guru dan perpustakaan sekolah dengan alasan merapikan buku di perpustakaan dengan upah Rp5.000 hingga Rp10.000.
Akibat peristiwa tersebut, para korban mengalami perubahan perilaku seperti ketakutan, konsentrasi belajar yang terganggu, nafsu makan menurun, bahkan ironisnya ada korban yang mulai terpengaruh secara seksual.
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar menambahkan pelaku dapat dipidana dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 82 ayat (1), (2), (4) dan (6) dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara. Untuk korban juga berhak mendapatkan ganti kerugian dan biaya perawatan medis dan/atau psikologi atas tindak pidana yang dialaminya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang menjadi Korban Tindak Pidana.
(bg/hn/pr/um)