KemenPPPA Minta Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Anak di Hutan Kota Jakarta Utara Tetap Memperhatikan Hak Korban

21 September 2022 - 07:27 WIB

Tribratanews.tribratanews.com – Jakarta. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong agar penanganan kasus kekerasan seksual terhadap seorang korban anak perempuan (13) di Hutan Kota di Jakarta Utara, dengan terduga pelaku empat Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) yang berusia 12-14 tahun tetap memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, baik anak sebagai korban maupun anak sebagai pelaku.

“Kemen PPPA mengecam dan tidak menolerir segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) memiliki hak atas penanganan, pelindungan, dan pemulihan yang didapatkan, digunakan, dan dinikmati oleh korban seperti restitusi dan layanan pemulihan, rehabilitasi, dan reintegrasi sosial. Selanjutnya, pelaku yang diduga masih berusia anak juga perlu mendapat perlindungan dan penanganan proses hukum sesuai UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak termasuk mempertimbangkan penempatan ABH di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial) atau LPAS (Lembaga Penempatan Anak Sementara) selama penanganan perkara berlangsung, atau LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak) jika perkara sudah ada putusan Hakim yang tetap.” kata Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, di Jakarta, pada Selasa (20/9).

Kronologi kasus bermula saat korban pulang sekolah dan bertemu dengan keempat ABH di Hutan Kota, Jakarta Utara pada 1 September 2022. Salah satu ABH memeluk korban dan menanyakan apakah korban mau menjadi kekasihnya, namun korban menolak. Esok harinya, keempat pelaku yang sudah mengincar korban, kembali bertemu korban saat pulang sekolah. Saat itulah, keempat ABH melakukan tindakan pemerkosaan terhadap korban. Akibat tindakan tersebut, terduga pelaku dapat dikenakan Pasal 81 ayat (1) dan (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang ancaman maksimalnya berupa pidana penjara 15 tahun, dan sesuai pasal 79 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dapat ditetapkan pada anak paling lama 7,5 tahun penjara atau paling lama ½ dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa.

Kemen PPPA melalui Tim SAPA telah melakukan koordinasi dengan UPT P2TP2A Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pendampingan terhadap korban. Saat ini keempat ABH ditempatkan di LPKS Handayani Jakarta.

“Sebagai bentuk empati dan kepedulian terhadap korban, Kemen PPPA melalui Tim SAPA terus berkoordinasi dengan UPT P2TP2A DKI Jakarta untuk memantau perkembangan kasus, memastikan pendampingan dan pemulihan korban, serta mengawal proses hukumnya.” kata Nahar.

Hutan kota sebagai area publik, jika tanpa pengawasan, akan beresiko menjadi tempat yang rentan terjadinya kekerasan terhadap anak dan perempuan. Untuk itu, sebagai upaya mencegah tidak berulangnya tindak kekerasan seksual maupun kekerasan lainnya, Nahar mendorong pemerintah daerah dapat memastikan tersedianya fasilitas umum yang ramah anak dengan menguatkan kebijakan, menggagas Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), Rute Aman Selamat Sekolah (RASS) dan Zona Selamat Sekolah (ZoSS), termasuk menyiapkan petugas untuk melakukan patroli keliling pada jam-jam operasional di fasilitas umum.

Sumber : kemenpppa.go.id

in PPPA

Share this post

Sign in to leave a comment