Tribratanews.tribratanews.com – Batang. Berdasarkan tindak lanjut atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di SMPN di Kabupaten Batang, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang diwakili oleh Deputi Perlindungan Khusus Anak, Nahar, memfasilitasi forum koordinasi dengan agenda membahas tidak lanjut penanganan kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum Guru berinisial AM, pada Sabtu (10/9).
Forum koordinasi tersebut melibatkan lintas kedinasan dan lembaga masyarakat yang menangani perlindungan anak seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Tengah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Batang, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Batang, UPTD PPA/Pusat Pelayanan Terpatu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Batang, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Batang, Polres Batang, Polsek Gringsing, perwakilan sekolah serta Lembaga Swayada Masyarakat Perlindungan Perempuan dan Anak (LSM PPA) Pelangi Nusa Kabupaten Batang.
Dalam pertemuan tersebut Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Batang, Reno, menjelaskan, bahwa pada 25 Agustus 2022 silam, Polres Batang menerima 7 (tujuh) aduan dugaan kekerasan seksual dimana 7 (tujuh) anak sebagai korban. Kemudian, dari 7 (tujuh) anak tersebut 4 (empat) anak telah dilakukan visum et repertum dan 3 (tiga) anak lainnya menolak. Selanjutnya, pada 26 Agustus 2022 salah satu korban yang melaporkan AM menyampaikan telah menjadi korban kekerasan seksual, kemudian dilakukan visum kepada korban dan hasil visum ditemukan adanya tanda-tanda bekas tindak kekerasan seksual pada korban. Di tanggal yang sama, kemudian terlapor langsung ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Batang.
Pada 27 Agustus 2022, Polres Batang melakukan door to door system untuk memastikan jumlah korban, dan hasilnya ditemukan 23 (dua puluh tiga) orang korban. Kasus tersebut kini prosesnya masih berjalan dan menurut keterangan Kepala Unit PPA Polres Batang, saat ini Polres Batang telah memiliki 40 (empat puluh) orang saksi yang terdiri dari 35 (tiga puluh lima) orang saksi dan 5 (lima) orang saksi ahli.
Guru Bimbingan Konseling (BK) menuturkan bahwa tersangka memiliki kondisi ekonomi dan catatan sejarah yang kurang baik. Ketika tersangka masih menjadi mahasiswa, tersangka diduga pernah membawa kabur siswi perempuan pada saat tersangka sedang melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jawa Tengah. Kejadian serupa juga terinfomasikan saat pelaku mengabdi di Sekolah Dasar (SD) dan juga di salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kendal yang menyebabkan tersangka dikeluarkan.
Perihal penanganan anak korban, pihak Sekolah bersama P2TP2A Kabupaten Batang, Dinas Sosial Kabupaten Batang, serta LSM Pelangi Nusa Kabupaten Batang bersinergi dalam melakukan kegiatan layanan dukungan psikososial yang didasarkan pada kepentingan terbaik bagi anak. Gambaran kondisi Sekolah paska kegiatan, saat ini, seluruh siswa telah melaksanakan penilaian tengah semester, dan seluruh anak yang menjadi korban hadir dengan kondisi kondusif.
Lebih lanjut, pada kesempatan tersebut, Kepala Sekolah meminta kepada Pemerintah Daerah agar dapat memberikan bantuan untuk pengadaan CCTV dalam memantau dan pengawasan di sekolah, menginisiasi Sekolah Ramah Anak (SRA), dan juga memohon bantuan untuk diadakan Pelatihan Hak Anak. Kepala Sekolah pun meminta semua elemen di sekolah untuk menandatangani pakta integritas melarang kekerasan terhadap anak di sekolah agar dapat terciptanya kondisi aman dan nyaman di lingkungan sekolah bagi anak maupun guru dalam melangsungkan kegiatan belajar mengajar.
Kepala DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, turut mengapresiasi dukungan para pihak yang turut terlibat dan luar biasa dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Kabupaten Batang. “Provinsi Jawa Tengah siap mendukung Sekolah menuju SRA secara bertahap. Yang terdekat saat ini adalah rehabilitasi psikososial yang dilaksanakan secara komprehensif dan sinergitas semua pihak. DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah memiliki beberapa psikolog klinis dan siap mendukung kebutuhan tenaga ahli (dokter forensik dan psikolog forensik) untuk visum dan rehabilitasi psikososial. Dalam rencana jangka panjang, pihak sekolah akan memprioritaskan program bersama yaitu melakukan pelatihan SRA dan Konvensi Hak Anak untuk guru dan tenaga pendidik, membentuk sekretariat atau satgas perlindungan anak oleh DP3AP2KB Kabupaten Batang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Batang, serta membuat mekanisme penanganan serta rujukan kasus ke lembaga penyedia layanan seperti PPT/P2TP2A dan Puspaga, pencegahan melalui agen perubahan (2P) melibatkan forum anak (Jogo Konco),” jelas Retno.
Nahar menegaskan, KemenPPPA akan terus memantau kasus tersebut hingga usai. Apalagi kasus tersebut merupakan kejahatan serius (serious crimes) dimana korbannya adalah anak-anak dan lebih dari satu orang. Nahar meminta kepada pihak kepolisian untuk menjatuhkan hukuman maksimal tersangka dengan menambahkan Ayat pada Pasal 81 tidak hanya Ayat (2) dan Ayat (3), tetapi melengkapinya dengan Pasal 81 Ayat (1), (2), (3), (5), (6) dan (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang, karena tersangka adalah seorang pendidik dan korban lebih dari satu orang sehingga dapat dikenakan pidana maksimal (mati atau seumur hidup) atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pelaku dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
“Kami berharap untuk tindaklanjut dan dalam melakukan healing bisa dilakukan dengan sebaik baiknya, kami juga mengapresiasi kekompakan dari Dinas dan Lembaga terkait Kabupaten Batang serta pihak sekolah yang tidak mengeluarkan anak dari sekolah. Yang terakhir kami berharap bahwa proses hukum dan penanganan untuk korban anak yang sudah dilakukan sudah on track terus dilaksanakan, penanganan kasus anak korban kekerasan juga tidak boleh tumpang tindih dan harus dilakukan berdasar kepada kepentingan yang terbaik bagi anak,” tandas Nahar.
Sumber : kemenpppa.go.id
KemenPPPA Dorong Hukuman Maksimal Kepada Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak di Kabupaten Batang, Jawa Tengah
13 September 2022 - 08:45
WIB
Sign in to leave a comment