Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Hidup di atas cincin api menyebabkan serangkaian bencana alam terjadi, namun baru TNI Polri yang paling siap hadapi situasi darurat. Masyarakat khususnya di sekitar zona merah bencana harus siap hadapi bencana alam. Seperti gempa bumi, longsor, banjir, gunung meletus dan lainnya.
"Kesiapan ini harus dituliskan dalam buku contigency plan, dan dilatihkan setiap tahun di daerah rawan bencana," ungkap dr. Lucky Tjahjono Ketua Emergency Medical Tim (EMT) Ikatan Dokter Indonesia IDI Pusat saat ditemui di Depok, Rabu (7/12/22).
Baca juga : Mendag Apresiasi Sinergitas Brimob Hingga Relawan: Mereka Pahlawan Siang dan Malam
Menurut dokter yang terjun hari pertama di gempa Cianjur ini untuk menuju resilience atau ketahanan bangsa, masyarakat juga harus memiliki ketahanan.
"TNI Polri dengan peralatan rumah sakit lapangan dan peralatan darurat lain yang memadai fungsi utamanya menghadapi peperangan, jadi pemerintah daerah juga harus punya baik menghadapi daerahnya sendiri maupun bagian supporting daerah terdekat jika dilanda bencana," jelas dr. Lucky.
Ia menyebut bahwa banyak komponen masyarakat yang bisa diperdayakan. Seperti ormas, komando cadangan, komunitas motor, komunitas radio amatir. Mereka bisa menjadi supporting system bantuan SAR, Logistik, dan penanganan pasca bencana.
"Terlebih penting lagi semua komponen terdekat tadi yang yang menjadi penolong pertama di zona bencana. Daerah terdekat harus siap impas bencana terdekat, karena kasus Cianjur warga Puncak Bogor, Kota Bogor, Bekasi harus lebih dahulu menolong," ujar dr. Lucky.
Resilience warga atas bencana sebagai antisipasi bencana yang beruntun. Contoh terakhir pasca gempa Cianjur, berlanjut gempa di Garut walaupun tak sampai ada korban. Berlanjut erupsi Semeru dan gempa di Jember, Jawa Timur. Tren bencana beruntun ini harus diantisipasi secara sistemik tak bisa sporadis, walaupun ada lembaga resmi seperi di pusat BNPB dan BPBD di daerah, tetapi ketahanan warga juga harus kuat.
(ta/bg/hn/um)