Narko-Terorisme

1 October 2023 - 08:30 WIB
Foto: Dok. Pribadi

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Ada satu ungkapan yang menarik dan patut dicermati dari Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., saat Kuliah Kebangsaan di kampus UNISA Yogyakarta pada Jumat (29/9/23).

Kapolri menyebut, betapa kejahatan terorisme kini lebih berbahaya, karena para teroris telah bergabung dengan  jaringan narkotika.

Lebih lengkapnya, berikut kutipan mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, "Yang lebih berbahaya sekarang kelompok teroris bergabung dengan jaringan narkoba. Dikenal di dunia dengan nama narko terorisme. Jadi ini yang terjadi, dan ini yang sedang kita hadapi di Indonesia," jelas Kapolri seperti dikutip dari kantor Berita Antara.

Istilah Narko-Terorisme mendunia setelah aksi pengeboman pesawat Avianca 203, Maskapai Kolumbia pada 27 November 1989. Pengeboman yang menewaskan 107 penumpang dan awak pesawat serta tiga korban di darat yang kejatuhan puing pesawat setelah meledak di udara.

Penyelidikan menyimpulkan pesawat naas itu dibom oleh anggota Kartel Medelin pimpinan Pablo Escobar. Tujuan aksi bengis Pablo untuk membunuh Menteri Dalam Negeri Cesar Gaviria Trujillo, politisi pendukung ekstradisi bagi para gembong narkoba Kolumbia ke Amerika yang hendak naik pesawat dengan kode penerbangan HK-1803 itu.

Sebelumnya Pablo telah meledakkan kantor redaksi koran El Espectador yang getol memberitakan aksi Pablo Escobar, membunuh wartawan, polisi, jaksa dan hakim. Bahkan anak buah Pablo yang dibantu Gerilyawan Komunis Kolumbia pernah menyerbu gedung Parlemen Kolumbia. Serbuan itu dipicu kemarahan Pablo atas lolosnya UU Ekstradisi ke Amerika bagi gembong narkoba.

Baca Juga:  Indonesia Jadi Tuan Rumah Penyelenggaraan Forum Konsultasi Hukum Asia-Afrika

Gaviria yang juga calon Presiden pada Pemilihan Januari 1990 lolos dari maut. Beredar kabar ia selamat setelah beberapa menit sebelum pesawat lepas landas, Gaviria yang sudah berada di Bandara El Dorado, Bogota membatalkan keberangkatan untuk kampanye di negara bagian Cali, Kolumbia.

Disebut, pembatalan itu atas laporan intelijen agen anti narkotika Amerika DEA, yang mendapatkan informasi akan ada sasaran peledakan pesawat. Akhirnya, Gaviria menang dalam Pemilu 1990 dan menjadi Presiden Kolumbia.

Presiden George Bush atau Bush Senior sangat murka atas pengeboman itu. Apalagi ada dua warga negara AS ikut tewas dalam ledakan itu. Dari sinilah mulanya Negeri Paman Sam  menyebut Pablo Escobar sebagai teroris dan muncullah istilah Narko-Terorisme.

Amerika kemudian menggelontorkan jutaan dolar membantu Presiden Cesar Gaviria Trujillo membantu Kolumbia melawan Pablo Escobar. Sampai gembong narkoba ini tewas di tangan polisi Kolumbia dalam satu aksi penggerebekan di salah satu safe house di kampung halaman Pablo di Medelin, tepat sehari setelah gembong narkoba ini berulang tahun yang ke-44 tahun.

Dalam perkembangannya, narko terorisme identik dengan aksi kelompok teror dari wilayah Afganistan. Kelompok-kelompok bersenjata di sana mengandalkan perdagangan gelap opium yang tanamannya tumbuh subur di kawasan Asia Tengah untuk mendanai persenjataan dan operasi kelompok mereka.

Sedangkan kelompok sejenis narko terorisme yang paling dekat Indonesia adalah kawasan segitiga emas Indocina. Kawasan yang meliputi Burma Utara, Laos, dan Thailand Utara juga penghasil emas hitam atau opium bahan dasar berbagai jenis narkoba yang dijaga gang-gang bersenjata. Kelompok yang beroperasi di pedalaman Indocina ini juga didanai dengan perdagangan gelap narkotika.

Dengan semakin dekat lalu lintas manusia dan barang, termasuk jalur gelap perdagangan narkoba di Asia Tenggara. Maka, sinyalemen Kapolri ini harus menjadi perhatian serius karena ternyata, Narko-Terorisme sudah ada di Indonesia.

(ta/hn/nm)


in Opini

Share this post

Sign in to leave a comment