Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), menilai bahwa tingginya kekerasan gender berbasis online terjadi lantaran ketergantungan generasi muda pada dunia maya. Terlebih, tanpa disertai oleh literasi digital yang memadai.
“Jadi generasi muda ini tidak dibekali dengan literasi yang cukup bagus terkait dengan bagaimana menggunakan media sosial dengan baik. Ada banyak kegiatan di media sosial yang berpotensi berujung pada kekerasan berbasis gender online,” ujar, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Bahrul Fuad, dilansir dari laman RRI, Sabtu (16/11/24).
Dalam kesempatannya ia menjelaskan para pelaku dan korban kekerasan berbasis gender online ini rata-rata berusia 14-32 tahun dengan latar pendidikan SMP dan SMA. Oleh karena itu, Komnas Perempuan bekerja sama dengan SAFEnet untuk mengadvokasi pemenuhan hak-hak digital hingga edukasi literasi digital.
“Kami juga bekerja sama dengan Meta Indonesia dan X untuk mendorong adanya layanan pengaduan bagi para pengguna medsos. Khususnya yang mengalami kekerasan berbasis gender online,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mendukung adanya revisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasalnya, korban kekerasan berbasis gender online sangat rentan dikriminalisasi selama ini.
"Di dalam kasus-kasus yang diadukan ke Komnas Perempuan, yang semestinya perempuan itu menjadi korban kekerasan seksual di ranah online. Tapi justru kemudian dia dikriminalisasi menjadi pelaku dengan (menggunakan) UU ITE," tutupnya.
(fa/pr/nm)