Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Aktivis hak azasi manusia, Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti, Senin,21 Maret, untuk pertama kalinya didengar keterangannya sebagai tersangka dalam kasus pencemaran nama baik, yang dilaporkan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Kedua orang yang merupakan mantan ketua dan Ketua Kontras saat ini diperiksa penyidik Direskrimsus Polda Metro Jaya. Pemanggilan tersangka ini dianggap penting untuk melengkapi berkas dakwaan yang disusun Polri, sebelum menyerahkan berkas perkara ini ke pengadilan.
Banyak pihak, dari pakar hukum, aktivis politik maupun para wakil rakyat yang menganggap Polri telah melakukan diskriminasi dan ketidakadilan dalam penanganan kasus ini. Selain dianggap terlalu cepat dalam menetapkan Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti sebagai tersangka, mereka menilai Polri seharusnya melakukan restorative justice dalam penanganan kasus ini.
Pemidanaan aktivis ini, menurut mereka akan berdampak buruk bagi demokrasi di negara kita.
"Haris Azhar punya jaringan internasional dan gerak-geriknya dipantau, jadi ini merugikan pemerintah dan demokrasi," jelas Rocky Gerung.
Sayangnya pendapat atau pesan yang mereka sampaikan, justru seolah memasung hukum itu sendiri. Masalahnya, dalam kasus apapun, jika tidak terdapat persetujuan akhir bersama, maka jalan keluar terbaik adalah menyelesaikan perkaranya di pengadilan.
Bukankah jalan damai dan mediasi sudah berkali-kali dicoba di Polda Metro Jaya. Namun, jalan ini menemui titik buntu oleh para pihak.
Mereduksi pesan, dengan menghilangkan sebagian makna pesan, yang dalam teori komunikasi massa disebut sebagai teori persepsi ini, justru saat ini amat terlihat dalam kasus ini.
Jadi, stop membangun persepsi, stop berpolemik dan menyalahkan Polri atas penetapan tersangka, bersiaplah berargumentasi secara hukum di ruang pengadilan nanti
Terima Resiko, Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti Berikan Argumentasi Hukum di Pengadilan
22 March 2022 - 19:00
WIB
in
Nasional
Sign in to leave a comment