Perekonomian ASEAN Tunjukkan Kinerja Positif

5 September 2023 - 09:42 WIB
Dok. Media Center KTT ASEAN 2023

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta – Perekonomian kawasan ASEAN menunjukkan kinerja positif dalam satu dekade terakhir dengan pertumbuhan rata-rata 4%-5%. Di dunia, ASEAN menjadi kawasan dengan tingkat perekonomian terbesar kelima yang juga eksportir terbesar ke-4. Pada 2022, kawasan ASEAN pun menjadi tujuan foreign direct investment (FDI) terbesar ke-2.

Demikian Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi yang diterima Tim Komunikasi dan Media KTT ke-43 ASEAN, Senin (4/9/23).

“Saat ini, kawasan kita adalah salah satu dari sedikit titik terang untuk pertumbuhan ekonomi,” jelas Menko Airlangga.

Menjelang KTT, terdapat dua acara yang secara khusus menyoroti kolaborasi sektor publik dan swasta di ASEAN. Pertama adalah ASEAN Business and Investment Summit 2023 Plenary Session yang mengangkat tema “Aligning ASEAN’s Private Sector Priorities to the Global Agenda”.

Kedua adalah ASEAN Business Advisory Council 2023 yang bertema “ASEAN Centrality: Innovating towards Greater Inclusivity”. Keduanya dilaksanakan pada Minggu (3/9/23).

Baca Juga: Menteri Luar Negeri ASEAN Sepakat Rekomendasikan ASEAN Concord IV

Airlangga mengatakan bahwa pada pertemuan tersebut, Indonesia menekankan kerja sama ASEAN bukan hanya upaya sektor publik. Justru kuncinya adalah upaya inklusif dan kolaboratif dari sektor swasta dalam berbagai agenda dan inisiatif ASEAN.

Perekonomian ASEAN yang mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 5,7% pada 2022 yang didorong oleh tingkat konsumsi domestik, perdagangan, dan investasi yang tinggi. Industri seperti elektronik, kendaraan listrik, dan ekonomi digital, mengalami peningkatan investasi pada tahun lalu, dengan total arus masuk FDI tumbuh sebesar 5,5%.

Proyek bernilai ekonomi di ASEAN juga dipengaruhi dinamika global sehingga perlu peran aktif dari sektor publik maupun sektor swasta.

Menurut Menko Airlangga, ada tiga bidang prioritas yang membuka kesempatan bagi sektor swasta untuk berkontribusi pada agenda global.

“Pertama, kita perlu suara sektor swasta yang lebih besar untuk menyoroti dan mengurangi risiko serta biaya fragmentasi rantai pasokan global dan regional yang didorong oleh geopolitik. Sektor publik dan swasta perlu bekerja sama, termasuk dengan mitra dan platform lain, untuk menegakkan arsitektur perdagangan dan ekonomi multilateral yang terbuka, inklusif, tidak diskriminatif, dan berbasis aturan,” ujarnya.

Kedua, katanya, diperlukan sektor swasta yang aktif memanfaatkan peluang pertumbuhan baru. Sektor swasta ASEAN harus bekerja sama dengan dewan bisnis lainnya untuk menjajaki potensi kolaborasi. Sektor swasta ASEAN juga harus menerapkan model bisnis inklusif, dan memaksimalkan hubungan pembangunan ekonomi lokal, termasuk dengan pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Terakhir, sektor swasta ASEAN perlu memanfaatkan sumber daya, jaringan, teknologi, dan keahliannya untuk menghadapi tantangan sosio-ekonomi dan perubahan iklim di kawasan ini. Inovasi, difusi, dan adopsi teknologi juga perlu didukung dan dipercepat untuk meningkatkan ketahanan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat.

“Perjalanan ke depan masih diselimuti ketidakpastian. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat di tahun-tahun mendatang. Sudah ada tanda-tanda melambatnya kinerja ekonomi negara-negara utama ASEAN, meningkatnya inflasi pangan, dan berlanjutnya ketidakpastian pasar akibat fragmentasi geopolitik,” kata Menko Airlangga.

Berdasarkan tema Kepemimpinan ASEAN Indonesia pada 2023 yaitu “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, Indonesia mengambil inisiatif untuk merespon hal tersebut. Salah satunya dengan memperkuat integrasi pasar regional melalui peningkatan Free Trade Agreement ASEAN-Australia-Selandia Baru, memperkenalkan transaksi mata uang lokal dan interoperabilitas pembayaran digital, serta mempromosikan ASEAN Industry Project Based Initiative.

Yang baru saja diluncurkan adalah Perjanjian Kerangka Ekonomi Digital ASEAN atau ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA), yang akan meningkatkan nilai ekonomi digital di ASEAN tahun 2030 hingga dua kali lipat.

Terkait DEFA, Menko Airlangga berdiskusi dengan Council Members dari ASEAN Business Advisory Council (BAC) Malaysia, dalam pertemuan bilateral di sela-sela agenda ABIS 2023. Implementasi DEFA akan dimulai pada 2025, saat Keketuaan ASEAN ada di tangan Malaysia.

Delegasi Malaysia dipimpin oleh Deputy Chairman ASEAN-BAC Malaysia yakni Tan Sri Tony Fernandes, didampingi Council Member Lim Chern Yuan, Executive Director ASEAN-BAC Malaysia Jukhee Hong, serta perwakilan dari beberapa perusahaan besar Malaysia. Berbagai hal dibahas dalam pertemuan tersebut, antara lain tentang perdagangan dan sistem pembayaran lintas batas, serta perkembangan kendaraan listrik (EV). Lagi-lagi, Menko Airlangga menekankan pentingnya konektivitas dan intraoperabilitas.

Diungkapkan bahwa fokus utama ASEAN-BAC adalah melakukan fasilitasi perdagangan, fasilitasi investasi, dan menarik FDI. ASEAN-BAC harus mampu mendorong terlaksananya prioritas-prioritas utama untuk memperkuat perdagangan dan investasi intra-ASEAN. Indonesia sendiri akan mempermudah proses imigrasi dengan membuat sistem digital yang terintegrasi di antara kementerian/lembaga terkait atau biasa disebut e-goverment.

Langkah berikut adalah memperkuat hubungan perdagangan dan investasi regional serta mendorong tindakan pembangunan berkelanjutan yang kolaboratif. Beberapa yang bisa dijajaki adalah peluncuran proyek energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik tenaga surya, dan menghubungkan ASEAN melalui alat strategis dan sistem pembayaran QR Regional.

“Nantinya, masyarakat Indonesia yang bepergian ke Malaysia, Thailand, Singapura maupun negara-negara ASEAN lainnya akan bisa melakukan pembayaran dengan QR. Indonesia sendiri telah menggunakan QRIS secara luas di banyak gerai. QRIS dikembangkan oleh Bank Indonesia, dan saat ini nilai transaksinya terus meningkat,” imbuh Menko Airlangga.

Menko menambahkan bahwa kekayaan sumber daya energi alami yang ada di kawasan ASEAN sangat besar, sehingga dapat mendorong permintaan energi global yang akan menguntungkan ASEAN.

“Sebagai bagian dari sustainability, kita juga harus mendorong adanya carbon credit market di ASEAN. Kemudian, pekerjaan rumah kita ke depan adalah mengembangkan industri hilir sebagai titik kunci dalam rantai pasok global,” tambah Menko.

Tan Sri Tony Fernandes menyambut baik inisiatif Indonesia. “Kami sangat excited soal ASEAN, soal Indonesia. Kami harus memuji Pemerintah Indonesia. Hal ini membuka mata kita semua bahwa Indonesia sangat progresif (dari sisi ekonomi), juga sangat terbuka serta transparan (dari sisi pemerintahan),” ungkapnya.

(ta/hn/nm)

Share this post

Sign in to leave a comment