www.tribratanews.com - Jakarta. Pengamat Kepolisian Drs. Alfons Loemau S.H., M.Si., M.Bus., menanggapi penanganan aparat dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 Oktober 2022
Alfons menyampaikan, tragedi Kanjuruhan adalah keadaan di luar dugaan atau force majeure. Massa turun ke lapangan dan membuat kerusuhan. Aparat lantas melakukan tindakan keamanan demi mencegah kerusuhan menjadi lebih besar.
"Tragedi Kanjuruhan itu keadaan di luar dugaan atau force majeure, kenapa? Para penonton sekian banyak itu tumpah ke dalam lapangan. Dalam keadaan darurat itu apakah polisi berdiam diri? Sekarang tinggal melakukan justment, aparat apakah harus berdiam diri dan membuat keadan menjadi lebih buruk atau harus ambil tindakan untuk membuat keadaan lebih baik, " kata Alfons, Senin 3 Oktober 2022.
"Jadi, tindakan pengamanan semata-mata dilakukan dengan maksud untuk bisa memecahkan persoalan agar lebih tidak terjadi kericuhan lebih besar," lanjutnya
Alfons juga menyampaikan, langkah pengamanan yang dilakukan aparat tidak bisa dikatakan sebagai tindak pidana. Sebab, aparat tidak melakukan perbuatan melanggar hukum dan tidak memenuhi unsur pidana yaitu mau dan tahu.
Aparat murni bertindak untuk melakukan pengamanan dalam keadaan di luar dugaan atau force majeure.
'Kalau ada korban itu di luar perkiraan dan tidak dikehendaki. Jadi unsur mau dan tahu itu penting. Dalam force majeure itu sebuah tindak pidana dilatarbelakangi mau dan tahu. Sedangkan anggota semata-mata bertindak untuk menertibkan massa yang sedang brutal," ujar Alfons.