Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Menteri Agama, K. H. Yaqut Cholil Qoumas, menyebutkan, pengucapan salam enam agama hanya untuk menjaga toleransi di Indonesia. Ia merespons putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII mengharamkan muslim mengucapkan salam berdimensi doa, milik agama lain.
"Salam enam agama, itu kan praktik baik untuk menjaga toleransi, tidak semuanya harus dikaitkan dengan hal ihwal ubudiyah. Jadi jangan dilihat dari sisi teologis lah gitu, tapi ada sisi sosiologis yang harus dipertimbangkan," ujarnya, dilansir dari laman RRI, Jakarta, Selasa (4/6/24).
Dalam keterangannya ia meyakini, bahwa pengucapan salam berdimensi doa milik agama lain, sama sekali tidak akan mengganggu keimanan seorang muslim. Begitu pula sebaliknya, tidak akan goyah iman seorang nonmuslim, hanya karena dirinya mengucapkan assalamualaikum.
Baca Juga: Tim Gabungan Masih Melanjutkan Pencarian Terhadap 3 Korban Longsor Lumajang
Ia menegaskan, salam beda agama bukanlah mencampuradukkan akidah. Sebab, Nabi Muhammad SAW pun menyampaikan salam kepada umat selain Islam.
"Nabi juga pernah mengucapkan salam kepada umat nonmuslim, itu mencampuradukkan, nggak? Makanya saya bilang jangan selalu tidak semuanya bisa dibicarakan dalam ranah teologis," ujarnya.
"Ada ranah sosiologis, apalagi dalam konteks keindonesiaan yang memiliki keragaman budaya, kultur, ras, agama. Itu kan saling menghormati, caranya begitu, saya kira tidak usah dipermasalahkan," ucapnya.
Putusan Ijtima Ulama menegaskan, pengucapan salam merupakan doa yang bersifat ubudiah. Karena itu, pengucapan salam harus mengikuti ketentuan syariat Islam.
Salam berdimensi doa milik agama lain pun diharamkan bagi Umat Islam. "Pengucapan salam yang berdimensi doa khusus agama lain oleh umat Islam hukumnya haram," jelas penggalan isi putusan
(fa/hn/nm)