Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, bantuan sosial (bansos) sudah tidak diberikan dalam bentuk fisik kepada masyarakat melalui program Penerima Keluarga Harapan (PKH) maupun Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
“Jadi kalau bansos sebetulnya sudah tidak ada yang sifatnya fisik, karena sudah diterima melalui rekening masing-masing keluarga penerima manfaat, baik itu yang berupa PKH maupun BPNT langsung ke rekening masing-masing penerima,” ujar Menko Muhadjir, Rabu (3/7/24).
Ia menjelaskan bantuan yang diberikan dalam bentuk sembako, baik itu oleh Presiden maupun menteri, bukan termasuk kategori bansos, melainkan menggunakan dana program kemasyarakatan atau dana operasional menteri.
"Kalau yang dalam bentuk sembako itu sebenarnya bukan bansos, kalau Presiden yang bagi itu sebetulnya dari dana program kemasyarakatan Presiden, ada dana taktis, bukan hanya Presiden saja, tetapi saya selaku Menko PMK juga dapat, namanya dana operasional menteri (DOM),” terang Menko Muhadjir.
Baca Juga: Timnas Australia Juarai Piala AFF U-16 2024 Lewat Drama Adu Penalti Atas Timnas Thailand
Ia juga menegaskan bansos sudah ada di dalam nomenklatur APBN dan sudah berwujud non-tunai.“Sudah masuk di masing-masing rekening keluarga penerima manfaat (KPM), utamanya program PKH yang jumlahnya sekitar 10 juta KPM, sedangkan BPNT 19 juta 800 ribu KPM,” tambah Menko Muhadjir.
Sedangkan bantuan berupa beras, lanjut dia, bersumber dari cadangan pangan Pemerintah dan bukan termasuk bansos, melainkan dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN).
"Kalau beras itu sumbernya dari cadangan pangan pemerintah, dananya bukan dari bansos tetapi dari BA BUN, untuk mengintervensi utamanya akibat kelangkaan bahan pangan atau beras mahal,” terang Menko Muhadjir.
Adapun bansos termasuk salah satu skema Pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan dan menghapus kemiskinan ekstrem. Pemerintah telah melakukan tiga strategi utama, yakni penurunan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan pengurangan kantong-kantong kemiskinan yang berjalan secara konvergen dan terintegrasi.
Hal tersebut dilakukan sebagai wujud nyata untuk melindungi kelompok-kelompok rentan agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan mendapatkan akses kebutuhan dasar yang setara.
Menko Muhadjir mengemukakan, meski saat ini angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem masih belum memenuhi target yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, pihaknya tetap optimistis di akhir 2024 angka bisa mencapai target tersebut.
"Memang targetnya untuk kemiskinan 7,5 persen, dan posisi kita 9,03 persen. Kita berharap kalau penurunan konsisten 2,33 persen, maka mestinya akhir tahun nanti sudah bisa di bawah 9 persen, artinya di bawah 8,5. Untuk kemiskinan ekstrem, saya optimistis akhir 2024 walaupun tidak nol, mestinya bisa di bawah 0,5 persen," jelas Menko Muhadjir.
(ndt/pr/nm)