Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta polisi dan Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut dugaan kebocoran informasi soal putusan terkait sistem Pemilihan Legislatif (Pileg).
Sebab, putusan MK yang belum dibacakan masih berstatus sebagai rahasia negara.
"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," ujar Menteri Mahfud MD lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd, Senin (29/5/2023).
Menteri Mahfud MD bahkan mengatakan ketika ia masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, ia tidak berani bertanya kepada MK soal putusan yang belum dibacakan. Dia juga mendesak MK mencari pihak yang membocorkan informasi tersebut.
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setelah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka. Saya yang mantan Ketua MK saja tak berani meminta isyarat apalagi bertanya tentang vonis MK yang belum dibacakan sebagai vonis resmi. MK harus selidiki sumber informasinya," jelas Menteri Mahfud MD.
Baca Juga: Polisi Tidak Temukan Dana Narkopolitik Pada Pemilu di Penajam
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana mengklaim mendapat informasi soal putusan MK terkait sistem pemilu legislatif yang akan kembali ke sistem proporsional tertutup.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja," tulis Denny lewat cuitan di akun Twitternya @dennyindranaya, Minggu (28/5/2023).
Dalam cuitannya Denny juga sempat menyinggung soal sumbernya di Mahkamah Konstitusi. Meski tidak menjawab dengan gamblang Denny memastikan sumbernya bukan hakim konstitusi.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ujarnya.
"Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," kata Denny lewat cuitannya.
(ndt/hn/um)