Tribratanews.tribratanews.com - Sikka. Polda NTT menyiapkan tujuh ribu hingga sembilan ribu personel untuk mengamankan semua tahapan Pemilu 2024 yang sudah dilaksanakan sejak tahapan pendaftaran Parpol peserta Pemilu beberapa waktu lalu.
"Kita sebetulnya sudah melakukan pengamanan sejak pendaftaran. Tetapi operasi Manta Brata ini baru digelar bulan November ini sampai dengan Oktober tahun depan, kita sudah siap mengerahkan personel di setiap tahapan itu berbeda, mulai dari tahapan kampanye dan kita siapkan 7 ribuan personel, kemudian tahapan minggu tenang, tahap pemungutan itu kita tambahkan jadi 9 ribu personel," jelas Kapolda NTT, Irjen. Pol. Drs. Johanis Asadoma, S.I.K., M.Hum., Minggu (3/12/23).
Kapolda mengungkapkan bahwa beberapa wilayah yang dianggap rawan berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 seperti bentrok, konflik antar pendukung, pembakaran Kantor KPU dan beberapa peristiwa lainnya akan di-back up personel Polda NTT. Berdasarkan hasil identifikasi Polda NTT, ada kurang lebih lima kabupaten di NTT yang masuk daerah rawan konflik Pemilu.
Baca Juga: Anjing Pelacak Dikerahkan Bantu Pencarian Korban Longsor di Humbahas
"Tapi itukan 2019, dalam perjalanan kesini, kita lihat khusus untuk pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan anggota DPR ini, pantauannya belum begitu muncul ya, tapi biasanya Pilkada lebih tegang," jelasnya lebih lanjut.
Selain pengamanan, personel Polda NTT juga siap membantu KPU mendistribusikan logistik hingga ke wilayah-wilayah pelosok. Kapolda pun menjamin netralitas polisi dalam Pemilu 2024 mendatang.
"Netralitas polisi itu 100 persen dijamin, pertama di UU Kepolisian, polisi harus netral dalam kehidupan politik, tidak memilih dan dipilih, kedua sudah perintah langsung dari Kapolri, polisi harus netral, ketiga ada telegram dari Mabes Polri untuk semua berserta dengan petunjuk teknis, polisi harus netral, tidak terlibat dalam politik praktis," tambahnya.
Jenderal Bintang Dua itu pun menegaskan bahwa netralitas Polri berupa tidak menjadi jurkam salah satu paslon, tidak memberikan fasilitas dinas kepada salah satu calon legislatif atau Capres-Cawapres, tidak membuat pernyataan-pernyataan yang mendukung, tidak membantu memasang APK bahkan dilarang berpose bersama caleg atau Capres-Cawapres dengan mengacungkan jari tanda nomor urut caleg atau Capres-Cawapres.
"Bahkan istri dan anak ikut caleg, polisi tidak boleh ikut berpolitik," tutupnya.
Apabila melanggar ketentuan tersebut, maka dikenakan sidang disiplin, kode etik bahkan dipidana apabila mengarah ke pidana.
(my/pr/nm)