Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Dewan Pers menyebut pers di Indonesia masih memiliki celah untuk diperkarakan secara hukum, meski sudah dilindungi. Celah ini terdapat pada regulasi dan implementasi di lapangan.
Anggota Dewan Pers Totok Suryanto menjelaskan, UU Pers tidak menyediakan “self contained regulation” atau suatu aturan yang menghendaki adanya mekanisme tertentu yang harus ditempuh sebelum masuk ke proses hukum.
"Ketiadaan penegasan tsb membuat insan pers di Indonesia berisiko diperkarakan langsung melalui jalur hukum," ujar Totok dalam forum dialog publik bertema 'Kemerdekaan Pers dan Perlindungan Jurnalis', pada Rabu (31/5/2023).
Baca Juga: BMKG: Hari ini Jakarta Diprediksi Berawan
Sementara, tiga jalur peradilan yang paling banyak ditempuh terhadap pers adalah Peradilan Pidana (kriminalisasi), Peradilan Perdata (gugatan perdata), dan Peradilan Administrasi/Peradilan Tata Usaha Negara/TUN (gugatan tata usaha negara).
Meski demikian, lanjut Totok, tetap ada sejumlah putusan hukum yang mendukung kebebasan pers. Putusan itu di antaranya, Putusan Mahkamah Agung No. 903K/Pdt/2005 (Tommy Winata vs Tempo) mengakui mekanisme Hak Jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers harus ditempuh sebelum memasukkan gugatan ke pengadilan, atau Putusan Peninjauan Kembali No. 273 PK/PDT/2008 dalam gugatan Suharto vs Time pada 2009 lalu.
Untuk itu, Totok berharap, para penegak hukum di Indonesia memahami mekanisme undang-undang pers agar celah pemidanaan pers di luar UU Pers dapat diminimalisasi. "Upaya ini agar mendukung tren positif kebebasan pers di Indonesia yang dalam lima tahun terakhir terus meningkat secara perlahan," tutup Totok.
(ndt/hn/um)