Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, mengatakan remaja adalah penentu kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia ke depan, yang juga berpengaruh pada bonus demografi.
"Stunting ditentukan oleh adolescent (remaja), karena yang hamil dan melahirkan anak-anak stunting adalah yang sekarang masih usia produktif, jadi sekali lagi, adolescent itu penentu kualitas SDM ke depan, juga penentu bonus demografi," ujar Kepala BKKBN Hasto, Senin (26/2/24).
Ia menegaskan BKKBN dan PKBI mempunyai misi yang sama dalam membangun sumber daya manusia berkualitas, dan dalam menyongsong periode akhir pembangunan berkelanjutan atau SDGs pada 2030, semua pihak harus berkolaborasi untuk mewujudkan tugas mulia terkait pembangunan kualitas SDM.
"Kalau beberapa waktu lalu Bapak Presiden Jokowi sudah menggelorakan revolusi mental, itu menjadi sesuatu hal yang penting untuk saat ini, sehingga dalam menyambut 2030, akhir dari SDGs, ada pekerjaan besar dan menjadi suatu tekanan yang harus kita ubah dalam menyikapi kualitas SDM kita," jelas Kepala BKKBN Hasto.
Menurutnya, ada beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam konteks pembangunan SDM. Pertama, yakni bonus demografi, apakah akan menjadi berkah atau bencana. Kedua, kualitas SDM yang baik, dan ketiga, bagaimana keluarga harus berkualitas, dan bagaimana program keluarga berencana (KB) harus mampu mewujudkan keluarga berkualitas.
Ia mengutarakan target 14 persen untuk penurunan stunting merepresentasikan bahwa bangsa ini harus bisa mewujudkan kualitas SDM sebaik-baiknya, dengan semangat yang melampaui batas standar dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO terkait rekomendasi angka stunting global.
"Target WHO angka stunting di bawah 20 persen, tetapi Presiden punya semangat tinggi bersama kita untuk bisa melebihi target WHO, yakni 14 persen di 2024," ujar Kepala BKKBN Hasto.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya peran strategis PKBI dan BKKBN, mengingat fondasi utama pembangunan SDM ada pada keluarga, sehingga tercapainya kemajuan bangsa bertumpu pada perhatian yang kuat terhadap program-program yang berkaitan dengan pembangunan keluarga.
Kepala BKKBN Hasto juga menyoroti meningkatnya perilaku-perilaku yang mengarah kepada gangguan mental dan emosional maupun autisme, yang 5,1 persen di antaranya diakibatkan oleh pengaruh narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), juga meningkatnya orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), serta berbagai permasalahan mental lainnya.
"Toxic people kalau kata anak remaja kita. Jadi, orang toksik berteman dengan orang toksik, atau mungkin orang toksik berteman dengan orang waras, akhirnya konflik menjadi toksik. Walaupun ia tidak stunting, kalau toksik, ia menjadi orang yang error, ini repot," papar Kepala BKKBN Hasto.
Ia mengkhawatirkan kejadian tersebut karena proses positif pembangunan keluarga akan terkena dampaknya.
"Kita sepakat, PKBI dan BKKBN akan membimbing keluarga menuju keluarga berkualitas, keluarga yang tenteram, mandiri dan bahagia, dan tentu di dalamnya mesti ada faktor kesehatan reproduksi yang juga harus menjadi perhatian bersama," tutup Kepala BKKBN Hasto.
(ndt/pr/nm)