Tribratanews.tribratanews.com - Bali. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara-Negara Pulau dan Kepulauan atau Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 bersama James Cook University (JCU) Singapura dan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado mengembangkan teknologi yang memberikan manfaat bagi nelayan kecil serta pengelolaan pasokan ikan yang berkelanjutan. Inisiatif ini berawal dari masalah yang dihadapi dalam pengelolaan perikanan laut mereka.
Untuk itu AIS Forum mengajak sejumlah perguruan tinggi dan lembaga penelitian berkolaborasi mengembangkan solusi inovatif dari masalah tersebut.
Indonesia adalah salah satu produsen ikan terbesar di dunia. Pada 2023 pemerintah pun menargetkan sektor perikanan akan mampu menghasilkan 8,73 juta ton ikan. Besarnya potensi sektor perikanan ini membuat para peneliti kesulitan untuk mengumpulkan dan menggunakan data secara efektif.
Namun begitu fokus utama para peneliti adalah menjaga pasokan ikan tetap stabil. Selanjutnya menjadikan ikan hasil tangkapan nelayan sebagai sumber makanan penting bagi masyarakat di seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara AIS lainnya.
Dua pakar perikanan, Neil Hutchinson (JCU) dan Gustaf Mamangkey (Unsrat) pun berkolaborasi mengembangkan praktek pemanfaatan dan pengelolaan ikan yang berkelanjutan di Indonesia. Keduanya kemudian menggandeng Fishcoin mengembangkan praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi seluler.
Baca Juga: KTT AIS Forum 2023 Sepakati Peningkatan Kerja Sama Inklusif, Setara, dan Solid
Para nelayan akan diberi insentif berupa pulsa seluler ketika mereka melepaskan hasil tangkapan ikan yang masih berusia muda.
Dengan cara ini para peneliti juga memiliki data para nelayan, seperti siapa yang menangkap ikan, seberapa sering, dan ikan apa yang mereka tangkap.
Setelah dilepas kembali tentu ikan yang masih berusia muda memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga bisa menjaga kestabilan populasi. Imbasnya, ikan-ikan perekonomian masyarakat turut menguat karena ikan dewasa tentu akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi, Teknik ini pun dikenal sebagai 'tandai, lepaskan, dan tangkap kembali'.
Di samping itu, teknik tersebut turut membantu peneliti mengumpulkan data penting yang dapat membantu dalam pengembangan perikanan di daerah sekaligus mengetahui jumlah populasi ikan yang tersedia. Dengan informasi ini, kemudian dapat dirancang model perikanan yang lebih produktif dan ekonomis.
Proyek ini juga mencerminkan potensi besar yang dimiliki negara-negara AIS terkait pengembangan ekonomi biru dan pemberdayaan komunitas lokal.
(ta/hn/nm)