Ini Dampak Negatif Dari Kekeringan Berkepanjangan Untuk Kesehatan

28 August 2023 - 18:45 WIB
Foto: Ilustrasi

Tribratanews.tribratanews.com – Jakarta. Kekeringan dapat disebabkan karena suatu wilayah tidak mengalami hujan dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga kandungan air di dalam tanah berkurang atau bahkan tidak ada.

Kekeringan juga dapat terjadi karena masyarakat suatu daerah belum bisa mengelola sumber daya air yang ada secara baik. Atau bisa juga akibat prasarana sumber daya air yang kurang.

Salah satu dampak kekeringan yang harus diwaspadai adalah kurangnya sumber air minum. Jika sumber air minum tidak tercukupi dengan baik manusia akan mengalami dehidrasi yang mana sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.

Berikut beberapa dampak negatif dari kekeringan yang berkepanjangan untuk kesehatan yang dilansir dari rri.co.id:

1. Masalah Paru-Paru

Kemarau panjang dapat meningkatkan polusi udara, sebab frekuensi hujan akan berkurang. Padahal, hujan sendiri bisa membersihkan polutan-polutan. Polusi udara baik di alam atau ruangan dapat berhubungan langsung dengan sel paru saat kita menarik napas. Dari sel paru ini, zat polutan bisa menyerang organ lain dalam tubuh melalui peredaran darah.

Ketika masuk ke tahap lanjut, kerusakan sel ini akan semakin luas dan bisa menyerang saluran pernapasan bawah dan atas. Tidak hanya itu saja, partikel polusi yang telah melewati paru masuk ke peredaran darah dan menyerang pembuluh hingga jantung.

Ahli dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) juga memberikan penjelasan. Ia mengatakan, kemarau panjang dapat mengurangi kualitas udara dan membahayakan kesehatan orang dengan kondisi tertentu. Selama musim ini, tanah kering dan kebakaran hutan akan meningkatkan jumlah partikel udara dalam bentuk asap. Partikel inilah yang bisa mengiritasi saluran udara dan memperburuk penyakit pernapasan kronis.

Baca Juga:  Dahsyat, Ini Lima Manfaat Terapi Lintah Bagi Kesehatan

2. Meningkatnya Penyebaran Agen Penyakit

Musim kemarau panjang dan kekeringan ekstrem juga bisa meningkatkan risiko penyebaran wabah penyakit. Seperti leptospirosis, diare, dan kolera.

Peluang kejadian penyakit ini akan meningkat ketika terjadinya kekurangan air untuk sanitasi atau kekeringan, atau saat terjadi banjir. Ingat, jangan menyepelekan penyakit seperti kolera. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang bernama Vibrio cholerae (kolera). Penyakit ini bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak,  menimbulkan diare parah, sehingga menyebabkan dehidrasi.

3. Dehidrasi

Dehidrasi ini bisa disebabkan oleh beberapa penyakit seperti diare dan kolera, atau kondisi lingkungan seperti kekeringan ekstrem. Sekitar 60 persen berat tubuh terdiri dari air.

Seseorang dengan bobot 70 kilogram,  menandakan terdapat 42 liter air dalam tubuhnya. Organ penting seperti otak dan jantung tiga perempatnya terdiri dari air. Bahkan, tulang yang kelihatannya 'kering' sekalipun, 31 persennya terdiri dari air. Kebayang ‘kan betapa pentingnya air bagi tubuh?

4. Sakit Mata

Udara yang kering dan debu mudah beterbangan ketika musim kemarau. Kondisi inilah yang bisa meningkatkan risiko sakit mata dengan gejala mata menjadi kering.

Selain itu, kondisi ini juga bisa terjadi ketika air mata tak memiliki kemampuan yang cukup untuk lubrikasi mata. Gejala yang muncul tak cuma itu saja, tapi bisa juga mata merah, belekan, hingga rasa mengganjal pada mata.

Berdasarkan data UN Water, pada 2025 seluruh wilayah Indonesia masuk ke dalam krisis air tingkat medium. Artinya, air bersih ada tapi terbatas. Sedangkan Pulau Jawa (lebih dari 140 juta penduduk) masuk ke dalam kategori krisis air tingkat tinggi. Menurut data United Nations (UN) pada 2050 permintaan terhadap air bersih diproyeksikan meningkat sebanyak lebih dari 40 persen.

Imbasnya, seperempat populasi dunia akan hidup di negara-negara dengan krisis air bersih yang sangat kronis. Maka dari itu, kita sebagai masyarakat harus benar-benar bisa menjaga kesehatan, kalau tidak ingin memiliki penyakit akibat kekeringan ini.

(ek/hn/nm)

Share this post

Sign in to leave a comment