Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Pemerintah Indonesia akan memperketat arus barang impor. Keputusan ini diambil lantaran banyaknya keluhan asosiasi maupun masyarakat akibat banjirnya barang impor di pasaran.
"Jadi dilatarbelakangi beberapa keluhan dari asosiasi maupun masyarakat terjadi akibat tingginya atau banjirnya barang impor di pasar tradisional. Sepinya pasar tradisional dan peningkatan penjualan bukan barang dalam negeri di e-commerce," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Jumat (6/10/23).
Menteri Airlangga mengatakan, barang impor mengganggu pasar produksi dalam negeri. Selain itu juga berdampak pada sejumlah industri Tanah Air lainnya.
"Nah yang eks impor ini tentunya akan mengganggu pangsa pasar produksi dalam negeri. Kemudian juga maraknya impor ilegal pakaian bekas dan juga di sektor industri tekstil terjadi PHK," tutur Menteri Airlangga.
Oleh karena itu, pemerintah akan mengatur kembali regulasi yang berkaitan hal tersebut. Dalam rapat tersebut, ujar Menteri Airlangga, Presiden Jokowi fokus kepada pengetatan barang impor komoditas tertentu.
Baca Juga: Kemendagri: 50 Kota Alami Inflasi di Atas 2,28 Persen, Sebagian di Pulau Jawa
"Komoditas yang dipilih adalah mainan anak-anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil, obat-obatan tradisional dan suplemen kesehatan. Selain itu juga ada pakaian jadi dan aksesorisnya serta produksi tas," ucap Menteri Airlangga.
Menteri Airlangga mengungkapkan, pemerintah mengubah ratusan HS Code untuk produk tertentu. HS Code merupakan basis klasifikasi barang dan bea masuk ke wilayah kepabeanan masing-masing negara.
"Jumlah HS Code yang diubah ada 327 kode pos untuk produk tertentu. Untuk pakaian jadi ada 328 kode pos, dan tas ada 23 Code HS," ujar Menteri Airlangga.
"Saat sekarang yang sifatnya post border diubah menjadi border," ujarnya. Menteri Airlangga menyebut, Indonesia sendiri juga sudah menangani beberapa komoditas barang.
Baik yang merupakan barang larangan dan/pembatasan (lartas) yakni 60 persen dan non lartas yaitu 40 persen. Pemerintah juga akan melakukan pengawasan terhadap importir umum terkait penegakan aturan post border menjadi border.
Selain itu pemerintah akan memperdalam langkah penerimaan di border agar service level agreement (SLA) dan responsnya tetap. SLA adalah kontrak pengalihdayaan dan vendor teknologi yang menguraikan tingkat layanan yang dijanjikan pemasok untuk diberikan kepada pelanggan.
(ndt/pr/nm)