Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Kementerian Luar Negeri RI memulangkan 17 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah konflik Myawaddy, Myanmar.
Ini merupakan pemulangan gelombang kedua dari total 26 WNI korban TPPO yang dipekerjakan untuk melakukan penipuan daring (online scam) di Myanmar. Sebelumnya, Kemlu telah memulangkan sembilan WNI ke Tanah Air pada 4 Agustus lalu.
"Para WNI tersebut diselundupkan masuk ke Myanmar dari Thailand sekitar 6 November—3 Desember 2022. Selama berada di Myanmar, mereka dieksploitasi di perusahaan yang mempekerjakan mereka sebagai online scammer di wilayah konflik Myawaddy, kata pernyataan itu," demikian keterangan tertulis Kemlu, Selasa (15/8/23).
Kedutaan Besar RI di Yangon lantas berkoordinasi dengan otoritas setempat hingga para WNI tersebut akhirnya keluar dari perusahaan. Mereka lalu dijemput untuk ditampung di KBRI.
Setelah melalui pemeriksaan oleh Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Myanmar, ke-17 WNI tersebut teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang.
Baca Juga: Pemerintah Pertimbangkan Terapkan Sistem 4 in 1 untuk Kurangi Polusi Udara
Belasan WNI itu berasal dari berbagai daerah seperti Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Setibanya di bandara, WNI tersebut selanjutnya akan ditampung di Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) Kementerian Sosial di Bambu Apus, Jakarta untuk menjalani rehabilitasi sebelum dipulangkan ke daerahnya masing-masing.
KBRI Yangon mencatat setidaknya masih ada 24 WNI yang dieksploitasi dan dipekerjakan di wilayah Myawaddy, Myanmar untuk melakukan penipuan daring.
"KBRI akan berupaya menangani seluruh pengaduan yang masuk di tengah keterbatasan informasi dan sensitivitas politik di Myanmar. Pemerintah RI juga terus mengimbau agar masyarakat Indonesia berhati-hati dalam menerima tawaran kerja yang berujung jebakan eksploitasi perusahaan online scamming," tulis Kemlu.
Pendekatan pencegahan dan penegakan hukum tetap menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam penanganan kasus perdagangan orang, kata pernyataan tersebut.
(ndt/pr/nm)