Ancaman Terorisme di Tengah Epidemi

27 August 2020 - 13:07 WIB
Aksi bom bunuh diri di Jolo Negara Bagian Fillipina yang diduga dilakukan oleh perempuan warga negara Indonesia dan penggalanan percobaan peledakan markas TNI dan POLRI di NTB menunjukan bahwa ancaman aksi terorisme kendati dalam masa epidemi covid19 perlu diwaspadai.

Jaringan jaringan terorisme internasional yang ternyata terus menjalin komunikasi dan diam-diam menyiapkan aksinya terbukti belum menyerah sehingga aparat keamanan perlu mewaspadai apalagi di tengah suasana epidemi dan tekanan publik kepada lembaga Polri atas beberapa peristiwa seperti Djoko Tjandra dan pembubaran Ormas Islam beraliran keras HTI.

Tekanan psikologis akibat krisis ekonomi bagi sebagaian masyarakat bisa menimbulkan keresahan sosial, hal ini jika ditambah dengan persoalan persoalan politik yang memendam ketidak puasan atas rezim yang berkuasa, bisa menimbulkan gerakan gerkan perlawanan yang bisa ditangkap oleh kalangan radikal dan jaringan teroris untuk melancarkan aksinya melawan negara dengan sasaran tempat peribadatan agama lain, markas polisi dan tentara yang dianggap thogut (penyembah berhala).

Tidak itu saja, selain sasaran keras berupa objek vital, kelompok radikal juga menyasar pejabat tinggi negara. Ancaman pembunuhan kepada pejabat pejabat negara tentu nyata, karena pernah terjadi pada Menko Polhukam Jenderal (Purn) TNI Wiranto.

Aksi aksi kecil yang mengarah kepada teror sudah bisa kita rasakan seperti penyerbuan rumah Habib di Solo yang ditenggarai ber aliran syiah, perobekan bendera merah putih dan bendera partai, belum lagi ujaran ujaran kebencian di media sosial yang sangat bertebaran banyak sekali.

Selain itu kantong kantong massa radikalisme juga ada di Indonesia seperti Poso, Aceh, NTB dan beberapa kota besar di Pulau Jawa yang memiliki basis pesantren beraliran keras patut diwaspadai, kendati di tengah wabah epidemi dimana fokus dan kosentrasi para petugas baik TNI dan Polri sedang fokus menahan laju penyebaran covid19.


Kita juga mengetahui pola gerakan terorisme internasional juga melakukan gerakan secara bersamaan untuk mendapat simpati dunia juga untuk menunjukan eksistensinya. Maka kejadian bom bunuh diri di Jolo, Fillipina dan ancaman teror di NTB jangan sampai dipandang sebelah mata. Jaringan internasional yang memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, aparat Polri dan TNI wajib waspada, gerakan teror serentak di tengah epidemi bisa saja terjadi.

Maka kewaspadaan dan patroli lingkungan dan cyber harus terus dilakukan, untuk mencegah aksi aksi yang lebih besar bisa terjadi. Semoga Indonesia dilindungi dari aksi aksi terorisme. ( Ta)

Share this post

Sign in to leave a comment