Polri Ungkap Kasus Pornografi Anak Jaringan Internasional

25 February 2024 - 06:09 WIB
humas polres bandara soetta

Tribratanews.tribratanews.com - Jakarta. Polresta Bandara Soekarno-Hatta mengungkap tindak pidana kasus konten pornografi jaringan internasional yang melibatkan anak-anak sebagai korban bekerja sama dengan Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak FBI.

Wakapolresta Bandara Soekarno-Hatta AKBP Ronald Fredi Christian Sipayung mengatakan pengungkapan kasus tersebut berawal informasi yang diterima dari FBI di Amerika Serikat perihal adanya konten pornografi tersebut.

"Polresta Bandara Soekarno-Hatta melakukan, membuat laporan pengaduan model A untuk menindaklanjuti laporan pengaduan ini," ujarnya, Sabtu (24/02/24).

"Pengaduan ini disertai dengan adanya beberapa konten porno yang melibatkan pelakunya adalah anak-anak Indonesia. Jadi anak-anak yang masih di bawah umur yang kesemuanya adalah laki-laki," sambungnya.

Baca Juga: Kapolda Papua: Penyidik Periksa Dua Pelajar Diduga Pelaku Penembakan di Dekai

Lima tersangka yang terlibat dalam kasus pornografi anak tersebut yakni berinisial HS, MA, AH, KR, dan NZ memiliki peranan yang berbeda-beda. Mulai dari mencari dan menemukan anak untuk menjadi korban, ada yang berperan merekam konten pornografi, dan ada yang berperan membeli konten melalui media sosial Telegram.

"Itulah yang kemudian diperjualbelikan dengan harga jual antara 50 Dolar sampai dengan 100 Dolar,” jelas Wakapolresta Bandara Soekarno-Hatta .

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta, Kompol Reza Pahlevi menuturkan, temuan dari FBI itu kemudian ditindaklanjuti dengan patroli siber yang dilakukan pihaknya.

"Dari dua kegiatan yang parsial ini kita kawinkan informasi, sehingga kita bisa dapatkan satu pelaku yang diduga menikmati keuntungan ratusan juta rupiah dari hasil penjualan video porno," ujarnya.

Melalui bantuan FBI dalam mengakses informasi layanan keuangan digital PayPal, diketahui adanya tersangka yang terafiliasi menerima aliran dana dari kasus tersebut.

“Tim bergerak cepat dan berhasil mengamankan tersangka berinisial HS,” tutur Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta.

Dari penangkapan tersangka HS tersebut, polisi kemudian melakukan penyitaan terhadap sejumlah perangkat elektronik milik tersangka berupa handphone dan hardisk yang kemudian dilakukan analisis di laboratorium forensik.

"Kita rinci di sini ada 1.245 image foto dan 3.870 video," ujarnya.

Lebih lanjut Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta menerangkan, tersangka HS berperan merekrut para korban anak dengan mendekatinya hingga dianggap menjadi sosok sebagai kakak yang sangat baik.

"Bagaimana ceritanya? Berawal dari perkenalan di salah satu media sosial. Korban yang masih di bawah umur memiliki akun media sosial tergabung dalam satu komunitas grup game online. Di situ korban bertemu dan dalam satu grup komunitas game online Free Fire dan Mobile Legends," jelas Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta.

Dalam proses itu, pelaku mencoba mengajak korbannya untuk bermain bersama game online tersebut dengan berinteraksi melalui chat hingga pelaku memberikan gift, chip, hingga skin kepada korban.

“Sehingga akhirnya timbul kepercayaan, pelaku memberanikan diri datang mengunjungi korban ke kediamannya. Datang dengan alasan untuk bermain,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polresta Bandara Soetta melanjutkan, dalam mendekati korbannya pelaku tidak sungkan untuk memberikan uang, barang, maupun handphone untuk mendapatkan kepercayaan korban dan juga orang tuanya.

“Dari situ kemudian pelaku mulai mengiming-imingi korban dengan bujukan, rayuan, hadiah, mau tidak kalau memerankan, diambil videonya, beradegan. Akan diberikan sejumlah uang,” terangnya.

“Karena korban melihat ini sosok seorang yang baik, terus memberikan sejumlah uang, membawakan makanan, sehingga korban percaya, terjadi iming-iming korban terperdaya. Termanipulasi,” sambungnya.

Para tersangka yang kini perkaranya sudah lengkap dan akan segera menjalani persidangan, dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) Jo Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 65 ayat (1) dengan ancaman pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun.


(mz/pr/nm)

in Hukum

Share this post

Sign in to leave a comment