Tribratanews.tribratanews.com - Jawa Tengah. Penyidik Polda Jawa Tengah (Jateng) membongkar praktik mafia tanah di wilayah Kabupaten Salatiga. Dalam kasus ini, ditetapkan tersangka, yakni DI alias Edward Setiadi (49), NR (41), dan AH (39).
Kabid Humas Polda Jateng Kombes. Pol. Artanto menyampaikan, kasus ini berawal dari tersangka DI menggunakan identitas palsu bernama Edward Setiadi bersama NR mengaku sebagai notaris mewakili tersangka AH. DI dan NR mengklaim mewakili AH membeli tanah di Ds. Bendosari, Kel. Kumpulrejo, Kec. Argomulyo Kota Salatiga.
“Agar para pemilik tanah bersedia menyerahkan sertifikat tanah miliknya
dilakukan oleh para pelaku dengan cara memberikan uang muka sebesar Rp10 juta untuk satu bidang tanah dan diminta membuka rekening Bank Mandiri untuk
keperluan pembayaran secara mengangsur sesuai jangka waktu kesepakatan,” jelas Kabid Humas dalam konferensi pers, Senin (29/7/24).
Baca Juga: Kapolri Pimpin Upacara Sertijab dan Kenaikan Pangkat Sejumlah Pati
Tersangka kemudian mengatakan bahwa pembeli adalah anak pengusaha rokok
Sampoerna atas nama AH, sehingga para pemilik tanah pastinya akan diberikan pelunasan sesuai kesepakatan. Lalu, untuk keperluan pengecekan sertifikat tanah di BPN agar pemilik tanah menyerahkan sertifikat tanah miliknya kepada tersangka NR.
“Korban kemudian diminta menandatangani kertas kosong untuk kepentingan
pembuatan Akta Pengakuan Hutang di Notaris,” ungkap Kabid Humas.
Selanjutnya, pemilik tanah akan diberikan pembayaran secara mengangsur di
Rekening Bank Mandiri masing-masing. Setelah Sertifikat Hak Milik dikuasai para tersangka, tanpa seizin dari para pemilik tanah Sertifikat Hak Milik telah dilakukan proses balik nama menjadi atas nama AH melalui notaris dan PPAT NGILMA
KHOIRUNNISA, S.H., M.Kn. yang mana dalam pembuatan Akta Jual Beli terdapat perbuatan melawan hukum.
“Selanjutnya terhadap sertifikat Hak Milik yang telah dibalik nama menjadi atas nama Sdr. AH digunakan sebagai agunan kredit modal kerja oleh Sdr. AH menggunakan PT CGP pada Bank Mandiri Semarang sebesar Rp25 M,” jelas Kabid Humas.
Di sisi lain, ujar Kabid, pada saat Sertifikat Hak Milik digunakan sebagai agunan hutang di Bank Mandiri para pemilik tanah belum menerima pelunasan. Karena angsuran pada Bank Mandiri tidak dilakukan pembayaran, maka pada tahun 2018 pihak Bank Mandiri mendatangi lokasi tanah untuk melakukan pengukuran dan hal tersebut dilihat dan diketahui oleh para pemilik tanah, sehingga muncul permasalahan.
Diungkapkan Kabid Humas, sebelum terjadi proses jual beli tanah, yakni antara Februari-Mei 2016, tersangka AH sudah mendatangi Bank Mandiri Semarang untuk
menyampaikan pengajuan kredit modal kerja dengan menginformasikan bahwa 11 bidang tanah SHM di lokasi tersebut untuk menjadi agunan. Kemudian, sejak 2022-saat ini, pemilik tanah belum mendapatkan pelunasan sepenuhnya.
“Tanah dalam perkara ini seluas 26.933 M2 persegi adalah senilai Rp9.326.198.750,” ungkapnya.
Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan/atau Pasal 266 Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman maksimal 7 tahun.
(ay/hn/nm)